Management Business Process (Part - 5)


Produk akhir dari Reengineering
Indrajit (2002 :49), mengatakan bahwa produk akhir dari BPR adalah peningkatan daya saing perusahaan, yang pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Namun disamping itu dari segi proses sendiri, ada beberapa hal yang berubah secara drastis, yang dapat diamati dengan jelas seperti yang akan dipaparkan berikut ini:
1. Perubahan unit Kerja
Dari functional department (kesadaran unit kerja berdasarkan fungsi yang cenderung membangun “kerajaan sendiri” dan kurang menghargai kerja sama dengan fungsi lain) ke Process teams (kesadaran unit kerja yang lebih mementingkan kelancaran proses keseluruhan dan kurang menonjolkan fungsi bagian tersendiri, sehingga dilakukan kerja sama dengan fungsi lain).

2. Perubahan dalam tugas
Dari Simple Tasks (Tugas spesialis dikembangkan menjadi tugas generalis sehingga pelaksana merasa lebih penting, lebih puas, dan lebih merasa dihargai) ke Multi-Domensional work (saling tukar pekerjaan menjadi lebih mungkin dilaksanakan sehingga efisiensi lebih dapat ditingkatkan tentu saja hal ini memerlukan banyak sekali tipe pekerja yang lebih terdidik dan terlatih).

3. Perubahan dalam peran karyawan
Dari Controlled (merekrut dan memperkerjakan pekerja dengan harus mengikuti peraturan yang sudah ditentukan) ke Empowered (merekrut dan memperkerjakan pekerja dengan peraturan yang dibuat sendiri oleh mereka, dimana merekrut dan memperkerjakan pekerja dengan peraturan yang dibuat sendiri oleh mereka dalam melakukan rekrutmen tidak hanya pendidikan dan keterampilan saja yang menjadi syarat, tetapi sikap serta karakter orang tersebut menjadi syarat yang tidak kalah pentingnya dibandingkan pendidikan dan keterampilan tersebut, seperti disiplin dan motivasi).

4. Perubahan dalam persiapan tugas
Dari Training (cara pelatihan tradisional yang dilakukan perusahaan untuk melatih pekerjanya agar mampu melakukan sesuatu, menggunakan sesuatu atau memecahkan situasi tertentu) ke education (pendidikan yang lebih menekankan bagaimana orang dapat memutuskan sendiri bagaimana agar pekerjaan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya).

5. Pergeseran dalam ukuran kinerja dan kompensasi
Dari Activity (ukuran kinerja dan pemberian kompensasi biasanya diukur secara langsung, dari aktivitas yang dilakukan oleh para pekerja) ke Result (struktur kompensasi dan ukuran kinerja dihubungkan dengan hasil yang diperoleh).

6. Perubahan dalam kreteria kemajuan
Dari Performance (bonus diberikan pada mereka yang dapat melaksanakan tugas dengan sangat baik) ke Ability ( promosi untuk tugas baru “advancement” diberikan ada mereka yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas baru tersebut)

7. Perubahan dalam nilai
Dari Protective (para pekerja melakukan pekerjaan untuk atasan mereka) ke productive (para pekerja bekerja untuk para pelanggannya).

8. Perubahan dalam tugas manajer
Dari Supervisor (pimpinan bertindak sebagai pelatih yang memberikan bantuan kepada mereka untuk memecahkan persoalan, memberikan nasihat dan sebagianya, sehingga pimpinan berkonotasi memberikan perintah dan pengawasan terhadap pekerjanya) ke Coaches (pimpinan bertindak sebagai fasilitator dan mengusahakan para pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya agar lebih mandiri).

9. Perubahan dalam struktur organisasi
Dari Hierarchical (organisasi fungsi) ke Flat (Organisasi proses)

10. Perubahan dalam tugas eksekutif
Dari Scorekeepers (pengawasan dimana dilakukan dorongan dan seruan kepada para pekerjanya) ke Leaders (pemberi inspirasi mengenai perubahan budaya dan nilai, dimana tidak hanya dilakukan dorongan dan seruan tetapi juga denga teladan nyata).

Dalam melakukan Reenginering, pada akhirnya akan dilakukan perubahan hampir pada semua jenis proses dan aktivitas maupun nilai dan budaya perusahaan itu. Dimana akan menyangkut People, Jobs, Managers dan Values, yang mana disebut sebagai Four Point of The Business System Diamond, seperti terlihat dalam Gambar.

Business Process
Business process berada pada titik puncak dimana akan menjadi induk untuk job and structur. Cara suatu pekerjaan dilakukan akan menentukan bagaimana orang yang akan melakukan pekerjaan itu dikelompokan dan diorganisir. Proses yang terpancar membutuhkan organisasi pusahaan tradisional yaitu spesialisasi secara sempit
dengan organisasi berdasarkan fungsi, proses yang akan terintegrasi memerlukan jenis pekerjaan yang multidimensional dan paling cocok diorganisir dengan Process Teams.

Job and Structure
Tugas dan struktur ditentukan oleh desain proses, yang pada gilirannya mmenentukan pula sistem manajemen dan system kompensasi.

Management and Measurement System
Bagaiman orang diberikan kompensasi, bagaimana mereka diukur hasil kinerjanya, adalah penentu utama mengenai nilai dan kepercayaan mereka pada perusahaan. Makna dari nilai dan kepercayaan disini adalah seberapa jauh kepedulian dan komitmen mereka pada pekerjaan dan perusahaan tempat mereka bekerja.

Value and Beliefs
Pada akhirnya komitmen dan kepedulian para karyawan akan menunjang dan menentukan proses perusahaan.


References :
  1. Andrews, C.D., & Susan, K.S., 1994, Business Reengineering: The Survival Guide, Yourdon Press, Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
  2. Burlton, R.T., 2001, Business Process Management: Profiting From Process, Sams Publishing, Indianapolis, Indiana, USA.
  3. Chang, R.Y., 1999, Peningkatan Proses Berkesinambungan, PT.Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
  4. Federal Information Processing Standards Publication (FIPSP) 183, 1993, Integration Definition for Function Modeling (IDEFØ), Air Force Wright Aeronautical Laboratories, Air Force Systems Command, Wright-Patterson Air Force Base, Ohio 45433, USA.
  5. IDS Scheer AG, Whitepaper – June 2005, Bussiness Process Management – ARIS Value Engineering Concept, Inventory Number BMP0605-E-WP, Saarbrüecken, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
  6. IDS Scheer AG, 2001, Successful Management of ARIS Project, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
  7. Indrajit, R.E., dan R.Djokopranoto, 2002, Konsep dan Aplikasi Business Process Reengineering: Strategi Meningkatkan Kinerja Bisnis secara Dramatis dan Signifikan, Grasindo, Jakarta.
  8. International Business Machiness Corporation (IBM), 1984, Business System Planning, Fourth Edition, IBM.
  9. Institute of Industrial Engineers, 1993, Business Process Reengineering: Current Issues and Aplications, Industrial Engineering and Management Press, Norcross, Georgia, USA.
  10. Malhotra, Y. 1998, "Business Process Redesign: An Overview IEEE Engineering Management Review, Vol. 26, no. 3", (URL: http://www.kmbook.com/bpr.htm). (2004, Oktober 14)
  11. Peppard, J. dan Rowland, P., 1995, The Essence of Business Process Reengineering, Prentice Hall, London.
  12. Scheer, A.W., 1994, Business Process Engineering – Reference Models for Industrial Enterprises, Second Edition, Spinger-Verlag Berlin, Germany.
  13. Wibowo, M., 2004, Efisiensi Perusahaan melalui Penerapan
  14. Manajemen Proses Bisnis, Grasindo, Jakarta.
  15. Doni Adriansah, Penerapan Sederhana Business Process Reengineering Dalam Dunia Manufaktur.


Management Business Process (Part - 4)


Pemetaan Proses Dalam Re-engineering
Hal yang paling utama dalam revolusi reengineering ini ialah perubahan dalam proses di dalam perusahaan atau proses bisnis. Mengubah proses berarti menganti proses yang sekarang menjadi proses yang baru, yang lebih baik, mengganti das sein menjadi das sollen. Untuk itu diperlukan suatu peta proses, suatu gambaran yang memberikan kejelasan mengenai proses itu sendiri. Pemetaan proses adalah suatu alat manajemen yang merupakan metodologi yang sudah teruji, untuk mengenal proses yang berjalan sekarang, yang akan dapat digunakan untuk menunjukkan jalan menuju proses baru yang dituju dalam rangka proses reengineering (Indrajit, 2002:88). Pemetaan proses ini pertama kali dikembangkan oleh General Electronic sebagai bagian dari strategi Workout, Best Practice dan Process Mapping yang ditempuhnya. Konsep pemetaan proses dibuat dalam bentuk diagram alur kerja dengan penjelasan dalam teks yang memuat setiap langkah penting dalam proses bisnis.
Merancang Ulang Proses
Tidak ada rumus untuk merancang ulang proses bisnis, namun ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam merancang ulang. Ada dua pendekatan utama untuk merancang ulang proses guna tercapainya perbaikan kinerja, yaitu pendekatan kertas bersih (clean sheet approach) dan pendekatan sistematis (ESIA).
1. Pendekatan kertas bersih (clean sheet approach)
Secara fundamental memikirkan kembali cara menyampaikan produk atau jasa dan merancang proses-proses baru dari permulaan. Secara mendasar pendekatan kertas bersih menuntut adanya beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan, yaitu :
  • Bagaimana Anda menghadapi pesaing ?
  • Seperti apa proses yang ideal itu ?
  • Bila Anda harus membangun kembali organisasi dari semula, akan seperti apa organisasi tersebut nantinya ?

Seperti halnya perancangan ulang secara sistematis, organisasi harus mencari metodologi yang paling sesuai dengan situasinya. Meskipun demikian, sebagai titik awal, Joe Peppard dan Philip Rowland (1995:193) mengusulkan satu kerangka kerja, diantaranya :
Tahap 1:
Kembangkan pemahaman tingkat tinggi atas proses yang ada. Di sini tidak perlu memperoleh segalanya, walaupun memang perlu mengidentifikasi proses inti. Biasanya ada 6-8 proses inti dan Anda harus memilih untuk menganalisis tahapan kunci dari masing-masing tahapan tersebut sebelum melakukan suatu penelitian. Tahap ini akan meliputi analisis hasil yang diberikan proses tersebut saat ini.
Tahap 2 :
Benchmarking, curah pendapat dan membayangkan Ini merupakan tahapan ‘menyenangkan’ yang cukup penting. Benchmarking sangat berguna untuk menyoroti cara-cara alternative untuk bekerja. Brainstrorming dan fantasizing, terutama dari sudut pandang pelanggan, dapat menjadi cara yang baik untuk memperoleh gagasan baru.
Tahap 3 :
Perancangan proses. Selama tahap ini, gagasan proses yang telah melalui ‘brainstorming’ dipikirkan secara lebih mendalam. Gagasan-gagasan ini mungkin benar- benar ‘kertas kosong’, di mana tidak ada hubungannya sama sekali dengan rancangan proses saat ini. Merancang proses tersebut bisa sangat iteratif dengan pertimbangan-pertimbangan proses, sumber daya manusia, dan teknologi yang telah ditelaah berulang kali. Dalam menerjemahkan gagasan tersebut menjadi rancangan perlu diupayakan agar ‘kertas bersih’ tersebut mempertimbangkan ‘tugas pelayanan’ dalam rincian tertentu, kemampuan sumber daya manusia yang akan melaksanakan cara baru dalam bekerja, dan kemampuan teknologi, serta pada akhirnya melakukan benchmarking untuk memastikan bahwa orang tidak kembali pada cara yang lama dalam bekerja.
Tahap 4 :
Validasi. Setelah merancang proses baru, rancangan tersebut perlu divalidasi dengan mensimulasikan bagaimana proses tersebut akan berlangsung dalam dunia nyata.

2. Perancangan ulang secara sistematis
Perancangan ulang secara sistematis yaitu mengidentifikasikan dan memahami proses-proses yang ada dan kemudian mendesain kembali proses-proses tersebut secara sistematis untuk menciptakan proses-proses baru, guna memberikan hasil yang diinginkan. Perancangan ulang proses secara sistematis dilakukan pada proses yang ada sekarang untuk membuatnya menjadi : lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat.
  • Lebih baik , berarti memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi bagi pemegang saham dan terutama kepada pelanggan.
  • Lebih murah, berarti melakukan semua proses dengan tingkat efisiensi yang maksimum.
  • Lebih cepat, berarti proses dilakukan secepat mungkin untuk meningkatkan daya tanggap/respon terhadap kebutuhan pelanggan.
Secara umum dapat dikatakan, tujuan perancangan proses pada pendekatan ini adalah meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan pada proses yang ada sekarang dengan cara mengeliminasi semua kegiatan yang tidak bernilai tambah dan merampingkan kegiatan yang bernilai tambah. Sistem perancangan seperti yang dijelaskan diatas dapat diringkas sebagai ESIA, yaitu :
  • Mengeliminasi (Eliminate),
  • Menyederhanakan (Simplify),
  • Mengintegrasikan (Integrate), dan
  • Mengotomasikan (Automate).
A. Eliminate
Semua tahap yang tidak bernilai tambah dalam proses harus dieliminasi, berikut ini contoh-contoh kegiatan yang sering ada dalam perusahaan yang cenderung tidak bernilai tambah sehingga mempunyai potensi untuk dieliminasi :
  • Produk berlebihan, memproduksi lebih daripada yang dibutuhkan pada waktu tertentu adalah sumber utama pemborosan. Semua produksi berlebihan akan menyebabkan penumpukkan persediaan dan berpotensi menimbulkan masalah.
  • Waktu Menunggu, ada biaya bagi material, atau sumber daya manusia bila harus menunggu sesuatu. Pekerjaan akan terhambat atau terhenti karena harus menunggu material tersebut tiba, menunggu, keputus-asaan dan sebagainya, sebagaimana kita ketahui waktu adalah uang.
  • Transportasi, pemindahan, dan gerakan, setiap kali orang, material dan kertas berpindah itu membutuhkan biaya. Sesuatu atau seseorang harus memindahkan material atau kertas dan waktu yang dihabiskannya adalah waktu yang digunakan untuk menambah nilainya. Perpindahan orang juga tidak murah- mengapa mereka berpindah, nilai apa yang mereka tambahkan dan apakah waktunya tidak lebih baik dihabiskan untuk mengerjakan potongan materi atau kertas berikutnya, atau bahkan dengan pelanggan yang lain.
  • Pemrosesan, apakah proses tersebut menambah nilai? Jika tidak, mengapa proses tersebut dilakukan? Jika ya, apakah proses tersebut efisien? Apa mungkin proses tersebut yang bernilai tambah tadi lebih dikembangkan dengan mengeliminasi penyebab variabilitasnya atau dengan meningkatkan kepastian hasil proses.
  • Persediaan dan paperwork, mengapa persediaan dan paperwork dibutuhkan? Apakah benar-benar perlu untuk memastikan kepuasan pelanggan? Mungkin paperwork diperlukan untuk bagian lain dari rangkaian proses atau tugas tersebut. Persediaan yang berlebih akan merupakan masalah besar bagi pabrik-pabrik. Demikian pula halnya, paperwork dan formulir yang berlebihan cenderung menghasilkan ketidak-efisienan proses karena menambah birokrasi dan biasanya hanya sedikit kontribusinya yang secara aktual akan bermanfaat bagi pelanggan.
  • Produk cacat, rusak dan pengerjaan ulang – sasaran perusahaan seharusnya adalah melakukan segala sesuatu secara benar dari awal dan menghindari biaya tenaga, biaya material, gangguan serta biaya kesempatan yang dibutuhkan untuk meralat atau mengatasi masalah karena kesalahan proses awal. Hal yang penting disini adalah bahwa yang harus dieliminasi adalah penyebab kegagalan yang merupakan masalah proses.
  • Duplikasi tugas, setiap tugas yang dilakukan harus memberikan nilai tambah dengan cara-cara tertentu. Jika sebuah tugas diulang, ini tidak menambah nilai, tetapi hanya menambah biaya. Bertambahnya paperwork dan pemasukkan data ke dalam system komputer sering ditemukan berulang-ulang terjadi dalam kebanyakan perusahaan. Akibat duplikasi tugas ini adalah timbulnya kemungkinan kesalahan dan ketidaksesuaian anatara pengerjaan pertama dan pengerjaan selanjutnya.
  • Format ulang atau transfer informasi, hal ini merupakan bentuk lain dari duplikasi. Cukup sering data ditransfer dari satu bentuk ke bentuk lain atau dicetak dari suatu sistem komputer untuk diinput kembali secara manual ke sistem yang lain. Ini sering terjadi jika informasi bergerak melalui batasan organisasional.
  • Inspeksi, pemantauan, pengendalian, meskipun dapat saja hal ini muncul karena alasan justifikasi, banyak diantaranya yang muncul karena alasan historis dan menjadi tradisi pekerjaan dan lapisan manajemen. Seringkali pemantauan dan pengendalian dilakukan apabila proses melalui batasan departemental. Seiring dengan makin dipertanyakannya bentuk-bentuk struktur organisasi, semakin banyak pula pemantauan dan pengendalian yang dipandang tidak relevan. Ada baiknya membuat pembedaan yang nyata antara bermacam-macam jenis pemantauan dan pengendalian, karena ini harus dibuat pendekatan tujuan yang berbeda yang memang benar- benar perlu untuk melakukan pengendalian atau inspeksi.
  • Jelas bahwa organisasi harus menyesuaikan diri dengan tuntutan peraturan dan mungkin ada alasan untuk setiap tindakan tersebut, seperti pemeriksaan kesehatan dan keamanan. Organisasi mungkin memang harus mempunyai ‘bahan pengawas’, tetapi harus tetap ada keleluasaan dalam kendali-kendali atau sasaran/target yang diterapkan untuk dirinya sendiri. Organisasi harus memahami secara jelas keperluan setiap pihak, demi kepentingan jaminan atau produktivitas/kesehatan finansial.
  • Rekonsiliasi,  serupa dengan pemantauan dan pengendalian serta  birokrasi kalsik masa lalu. Meskipun perlu untuk memastikan  bahwa segala sesuatu cocok/sesuai, realisasi proses secara  keseluruhan juga tidak kalah penting. Eliminasi hal ini dapat  merupakan sumber peningkatan  efisiensi yang signifikan dan kemudian otomatisasi terhadap jumlah rincian yang harus  dicocokkan.

Pada setiap titik dalam proses, hal ini yang harus diperhatikan  dan dipertimbangkan adalah konstribusi apa yang diberikan bagi tugas  pelayanan pelanggan. Kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah ini  merupakan target pertama bagi setiap inisiatif perancangan ulang proses  secara sistematis. Selanjutnya bagaimana cara mengeliminasi atau  meminimalkan aktivitas tersebut tanpa berdampak negatif terhadap  proses bersangkutan.

B.  Simplify
Seringkali mengeliminasi sebanyak mungkin tugas yang tidak  diperlukan, selanjutnya tugas tersisa perlu disederhanakan. Biasanya  hal-hal berikut yang berpotensi untuk disederhanakan atau untuk  membantu menyederhanakan proses :
  • Prosedur,  seringkali prosedur-prosedur yang ada terlalu rumit dan  sulit dipahami.
  • Komunikasi, baik dengan pelanggan maupun antar karyawan harus  jelas dan dapat dipahami oleh semua pihak. ‘Bahasa’ yang  digunakan harus jelas dan sederhana.
  • Teknologi, teknologi yang diterapkan perlu diperhatikan kesesuaiannya dengan tugas yang sedang dilaksanakan, solusi  teknologi tinggi untuk mengatasi tugas yang tidak dapat diatasi  oleh teknologi rendah.
  • Aliran, urutan tugas dapat diubah untuk menyederhanakan aliran  material atau  paperwork dan membuat pekerjaan berikutnya lebih  mudah.
  • Proses, dapat juga disederhanakan dan dirampingkan dengan  mengetahui kapan proses tersebut melayani produk atau pasar  berbeda. Dengan memecah proses dan mengidentifikasi kegiatan  yang paling tepat ditujukan bagi segmen pelanggan tertentu, proses  tersebut dapat dibuat lebih sederhana. Kadangkala proses yang  sama mencoba memuaskan pelanggan dengan kebutuhan yang  cukup berbeda. Proses itu tidak cukup memadai untuk melayani  segmen-segmen yang berbeda tersebut dan yang sering terjadi  adalah penekanan pada salah satu segmen tertentu saja.

C.  Integrate
Tugas yang disederhanakan, sekarang harus diintegrasikan agar  dapat menghasilkan aliran yang lancar dalam penyampaian kebutuhan pelanggan dan tugas pelayanan pelanggan.
  • Pekerjaan, dimungkinkan untuk menggabungkan pekerjaan  menjadi satu. Melalui pemberdayaan seorang pekerja untuk  menyelesaikan rangkaian tugas yang telah disederhanakan sehingga  aliran material atau informasi dalam organisasi akan menjadi lebih  cepat. Apabila pekerjaan harus dikerjakan antar individu, terdapat peluang terjadinya kesalahan akan lebih besar dan harus ada  sesuatu yang memfasilitaskan transfer kerja tersebut, cara lain  pengintegralan pekerjaan adalah dengan menugaskan sesorang  yang bertanggung jawab  atas pemrosesan produk atau jasa secara  keseluruhan mulai dari pesanan sampai pengiriman. Orang ini  disebut ‘pekerja kasus’ (case worker)  atau ‘manajer kasus (case  manager). Orang ini bertindak sebagai ‘titik kontak tunggal’ bagi  pelanggan
  • Tim, perluasan logis dari tugas-tugas yang disatukan adalah  penggabungan para ahli ke dalam tim-tim, dimana tidak mungkin  bagi seseorang secara sendiri dapat melakukan seluruh rangkaian  kegiatan. Meskipun tim mungkin mempertahan beberapa jalur  pelaporan/tanggung jawab, misalnya untuk penjualan dan oprasi,  mereka bergabung sebagai sebuah tim pelaksanaan proses tunggal  sebagai sebuah tim pelaksana proses tunggal untuk pekerjaan  sehari-sehari, kedekatan secara fisik tersebut dapat mengurangi  munculnya masalah-masalah akibat pemecahan tugas atau  pekerjaan atas spesialisasi-spesialisasi pekerjaan dan bila muncul  masalah mereka dapat segera mengatasinya. Teknologi informasi  memungkinkan secara fisik berjauhan, dapat saling bekerja sama,  walaupun cara ini dapat menggantikan hubungan akrab secara fisik.  Meskipun demikian diusahakan agar suatu tim ditempatkan  bersama-sama saling berdekatan  secara fisik untuk menimalkan  jarak yang harus ditempuh material, informasi dan paperwork serta  meningkatkan komunikasi antar setiap orang yang bekerja dalam  proses tersebut.
  • Pelanggan, integrasi pelanggan dapat dilihat dari dua tingkat  utama, yaitu integrasi konsumen individual dan integrasi organisasi  pelanggan. Pada tingkat konsumen individual, integrasi merupakan  hal yang krusial dalam situasi tertentu. Pelanggan tidak merasa  nyaman di suatu tempat  tertentu  tidak bertahan dan berbelanja di  tempat tersebut. Mengintegrasikan syarat pelayanan seseorang ke  dalam proses-proses organisasi pelanggan dapat sangat bermanfaat,  karena kemitraan seperti ini akan ‘mengikat’ pelanggan pada  perusahaan dan membuat pesaing sulit merebut mereka. Bentuk  integrasi ini sering disebut  Value  added  services, yaitu layanan  tambahan terhadap kebutuhan dasar yang dibeli, tetapi memberikan  nilai tertentu kepada pelanggan. Value added services semakin  popular, karena perusahaan-perusahaan berupaya menemukan cara  mempertahankan pelanggan dan mencegah pesaing memasuki pasarnya. 
  • Pemasok, penghematan efisiensi yang cukup signifikan dapat  dicapai jika birokrasi yang tidak diperlukan antara organisasi dan  pemasok dapat dieliminasi. Kepercayaan dan kemitraan merupakan  kunci integrasi dengan pemasok walau tetap diperlukan adanya  pemeriksaan. Salah satu sistem manufaktur yang popular, yaitu  Just In Time (JIT) mengandung suatu proses kerja sama pemasok dan perusahaan melalui berbagai cara integrasi yang biasanya  didukung oleh teknologi informatika. Integrasi aktivitas-aktivitas  juga diperkuat untuk penyampaian yang selaras dalam beberapa  kasus, dimana para pemasok membuat komponen yang diminta dan  menyampaikannya sesuai dengan jadwal perakitan pelanggannya. Perusahaan tidak lagi membayar persediaan yang tidak perlu atau  pemborosan lainnya dan pekerjaan yang disinkronisasi ini akan  menghasilkan pengurangan biaya persediaan hingga tingkat  minimum.

D.  Automate 
Sebagai mana telah diuraikan sebelumnya, teknologi informasi  dapat menjadi alat yang kuat untuk mempercepat proses dan  memberikan layanan pelanggan yang lebih bermutu jika diterapkan pada  proses yang tepat/logis. Jika proses tersebut bermasalah maka otomatis  akan dapat memperparah situasi. Oleh karena itu otomatis diterapkan  setelah mengkliminasi, setelah tahapan otomatisasi, dimungkinkan  untuk kembali pada tahap yaitu pengeliminasian, penyederhanaan,dan  pengintegrasian tugas-tugas. Dalam beberapa kasus, sejak permulaan  dapat diramalkan perlunya otomatisasi aspek-aspek tertentu dari proses.  Beberapa kondisi proses yang dapat dipertimbangkan untuk di  otomatisasi adalah sebagai berikut :
  • Tugas yang berulang merupakan calon yang paling baik untuk  diotomatisasi. Tugas-tugas ini dapat berupa tugas shop floor, tugas- tugas klerikal seperti tugas mencocokan item-item dalam formulir  dan sebagainya.
  • Pengumpulan data jika dilakukan dengan mesin, waktu proses lebih  cepat dan akurasinya akurat. Contoh teknologi ini adalah bar code  reader ditoko- toko glosir.
  • Transfer data, menstransfer data dari satu format ke format yang  lain, dari satu orang keorang lain atau satu sistem ke sistem lain, jika memang harus dilakukan atau tidak dapat dihilangkan  merupakan calon utama yang lain untuk diotomatisasi.

Otomatisasi seharusnya hanya diterapkan pada proses-proses  ng terkendali atau dikendalikan. Intervensi manual dari sumber daya  manusia yang berkaitan dengan fleksibilitas dan kecerdasannya tetap akan diperlukan. Otomatisasi paling cocok diterapkan untuk tugas-tugas yang sifatnya rutin dan  repetitive atau untuk pemodelan yang sangat kompleks.

Ringkasan dari pendekatan sistematis perancangan ulang adalah : 
  • Secara umum, pendekatan sistematis lebih sering digunakan untuk  melakukan perbaikan kinerja dalam jangka pendek.
  • Perancangan ulang secara sistematis cenderung membutuhkan lebih banyak perubahan  incremental, meskipun dapat menghasilkan  perbaikan nyata dalam tahap-tahap permulaan tetapi harus terus  disempurnakan secara berkenambungan. Pendekatan ini banyak  dipakai pada perusahaan-perusahaan Jepang. 
  • Pendekatan baru yang inovatif cenderung lebih sulit karena terpaku  pada proses yang sekarang.  Pendekatan sistematis adalah perbaikan berskala kecil  menghasilkan manfaat yang kecil pula, dan semakin kecil hingga  pada akhirnya tercapai ‘titik pisah’ (breakpoints) dimana perbaikan  kinerja tidak dapat dimaksimalkan lagi, sehingga dibutuhkan  pemikiran ulang perancangan proses secara fundamental untuk mendapatkan  tinggi perbaikan yang lebih nyata. 
  • Walaupun demikian pendekatan inkremental ini dapat menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kinerja jika diterapkan pada skala besar.

Bentuk-bentuk kongkret dari reengineering yang sering dijumpai dalam berbagai perusahaan antara lain (Indrajit, 2002:49):
    1. Beberapa pekerjaan digabungkan menjadi satu,
    2. Para pekerja ikut dalam pengambilan keputusan,
    3. Langkah-langkah dalam proses dibuat berurutan secara alamiah,
    4. Prosesnya berbentuk ganda,
    5. Pekerjaan dilakukan di mana paling logis dilakukan,
    6. Pengawasan dan pengendalian dikurangi, 
    7. Rekonsiliasi ditekan sesedikit mungkin,
    8. Satu manajer untuk hal tertentu merupakan stu titik hubung, dan
    9. Sentralisasi atau desentralisasi harus sesuai dengan kebutuhan

References :
  1. Andrews, C.D., & Susan, K.S., 1994, Business Reengineering: The Survival Guide, Yourdon Press, Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
  2. Burlton, R.T., 2001, Business Process Management: Profiting From Process, Sams Publishing, Indianapolis, Indiana, USA.
  3. Chang, R.Y., 1999, Peningkatan Proses Berkesinambungan, PT.Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
  4. Federal Information Processing Standards Publication (FIPSP) 183, 1993, Integration Definition for Function Modeling (IDEFØ), Air Force Wright Aeronautical Laboratories, Air Force Systems Command, Wright-Patterson Air Force Base, Ohio 45433, USA.
  5. IDS Scheer AG, Whitepaper – June 2005, Bussiness Process Management – ARIS Value Engineering Concept, Inventory Number BMP0605-E-WP, Saarbrüecken, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
  6. IDS Scheer AG, 2001, Successful Management of ARIS Project, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
  7. Indrajit, R.E., dan R.Djokopranoto, 2002, Konsep dan Aplikasi Business Process Reengineering: Strategi Meningkatkan Kinerja Bisnis secara Dramatis dan Signifikan, Grasindo, Jakarta.
  8. International Business Machiness Corporation (IBM), 1984, Business System Planning, Fourth Edition, IBM.
  9. Institute of Industrial Engineers, 1993, Business Process Reengineering: Current Issues and Aplications, Industrial Engineering and Management Press, Norcross, Georgia, USA.
  10. Malhotra, Y. 1998, "Business Process Redesign: An Overview IEEE Engineering Management Review, Vol. 26, no. 3", (URL: http://www.kmbook.com/bpr.htm). (2004, Oktober 14)
  11. Peppard, J. dan Rowland, P., 1995, The Essence of Business Process Reengineering, Prentice Hall, London.
  12. Scheer, A.W., 1994, Business Process Engineering – Reference Models for Industrial Enterprises, Second Edition, Spinger-Verlag Berlin, Germany.
  13. Wibowo, M., 2004, Efisiensi Perusahaan melalui Penerapan
  14. Manajemen Proses Bisnis, Grasindo, Jakarta.
  15. Doni Adriansah, Penerapan Sederhana Business Process Reengineering Dalam Dunia Manufaktur.

    Management Business Process (Part - 3)


    Business Process Reengineering
    Sejarah Reengineering
    Sesuai dengan perubahan ekonomi global dan globalisasi pasar maka kebutuhan konsumen juga berubah. Hal ini menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin keras. Pendekatan baru mutlak diperlukan untuk menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis dan perubahan organisasi secara fleksibel. Pada tahun 1991, Michael Hammer, seorang profesor MIT dalam bidang komputer menerbitkan sebuah artikel pada Harvard Business Review yang secara garis besar membahas tentang empat dimensi / aspek yaitu aspek strategi, aspek proses, aspek teknologi dan aspek organisasi yang kemudian berkembang menjadi empat elemen dasar dari rekayasa ulang proses bisnis.

    Definisi Business Process Reengineering
    Robert Janson dalam Institute of industrial Engineers (1993:49) mendefinisikan reengineering sebagai pembaharuan proses dalam organisasi secara radikal yang banyak digunakan perusahaan untuk memperbaharui komitmen mereka terhadap pelayanan kepada pelanggannya. Fokus utamanya adalah membuat perbaikan disegala bidang dalam pelayanan organisasi, contohnya sumber daya manusia, proses kerja, dan teknologi. Reengineering menolong perusahaan melewati rintangan sistem kerja yang tidak mendukung pencapaian tingkat kepuasaan pelanggan. Michael Hammer dan James Champy dalam Indrajit (2002:6) menyatakan bahwa Business Process Reengineering (BPR) adalah:
    “Pemikiran dan perancangan ulang suatu sistem bisnis secara mendasar (fundamental) dan radikal untuk mendapatkan perbaikan secara dramatis pada saat kritis, dengan mengukur kinerja saat ini melalui elemen-elemen biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan.”
    Definisi ini adalah salah satu definisi yang paling sering dipakai dan dapat ditemukan dalam berbagai jurnal dan artikel ilmiah. Dalam definisi dari Michael Hammer diatas, terdapat empat kata kunci yaitu fundamental, radikal, dramatis dan proses (Indrajit,2002:69).
    1. Fundamental
    Dalam melakukan proses reengineering dua pertanyaan mendasar yang akan ditujukan adalah : Mengapa perusahaan berbuat seperti apa yang perusahaan perbuat? dan Mengapa perusahaan berbuat dengan cara seperti yang perusahaan kerjakan sekarang? Jika pertanyaan fundamental ini diajukan, maka akan memaksa pelaku bisnis untuk menggunakan asumsi dan aturan tak tertulis yang mendasari bisnis mereka, seringkali asumsi atau aturan ini keliru dan tidak tepat. Pertanyaan yang harus diajukan bukan “Apa yang sudah dikerjakan?”, tetapi “Bagaimana seharusnya dikerjakan?”. Jawaban atas pertanyaan fundamental akan melahirkan juga sesuatu yang fundamental, yaitu tindakan perubahan yang fundamental. Reenginering berarti memulai sesuatu dari awal, tanpa asumsi dan pertama menentukan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan kemudian bagaimana cara melakukannya.
    2. Radikal
    Radikal diserap dari bahasa latin ”radix” yang berarti akar. Desain radikal dari proses bisnis berarti mendesain ulang sesuatu sampai ke akarnya, tidak memperbaiki prosedur yang sudah ada dan berusaha melakukan optimasi. Menurut Hammer, desain radikal berarti mengabaikan seluruh struktur dan prosedur yang sudah ada dan menemukan cara baru yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya dalam menyelesaikan pekerjaan. Reengineering bukan merupakan business improvements, atau business enchacement, atau pun business modification, tetapi mengenai business reinvention.
    3. Dramatis
    Reengineering bukanlah suatu usaha mencapai perbaikan sedikit demi sedikit dan bertahap yang bersifat marginal atau incremental, tetapi merupakan usaha mencapai lompatan besar dalam perbaikan dan peningkatan performansi perusahaan. Tiga jenis perusahaan yang memerlukan reengineering adalah sebagai berikut:
    a. Perusahaan yang berada dalam kesulitan besar.
    b. Perusahaan yang belum mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan mengalami kesulitan.
    c. Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan, tetapi justru berada pada puncak kerjanya.

    4. Proses-proses
    Orientasi pada proses merupakan kata kunci terpenting dalam definisi reengineering, tetapi merupakan hal yang memberikan kesulitan besar bagi para manajer. Kebanyakan pelaku bisnis tidak berorientasi pada proses, tetapi pada tugas, pekerjaan, orang, dan struktur.



    Dasar Reengineering
    Dasar reengineering adalah perubahan dunia usaha baru yang didasarkan pada 3 (tiga) kekuatan utama yang oleh Michael Hammer disebut sebagai 3C, yaitu Customers (pembeli), Competition (Kompetisi) dan Change (Perubahan). Ketiga kekuatan ini merubah dunia usaha sehingga diperlukan perancangan ulang proses bisnis. Customers (Pembeli)
    • Kekuatan yang dominan dalam hubungan penjual dan pembeli telah berubah, dimana kekuatan sekarang terletak pada pembeli. Pembeli yang menentukan penjual apa yang mereka inginkan, kapan, bagaimana, dan kapan akan dibayarkan.
    • Pasar besar dengan pelanggan tunggal dan homogen tidak ada lagi, yang ada adalah pelanggan dengan pilihan-pilihan mereka untuk kebutuhan-kebutuhan khusus dan tertentu. Pasar yang besar telah terdiferensiasi menjadi pasar dengan pelanggan individu.
    • Setiap orang dapat saja mendapatkan informasi dari mass media surat kabar, majalah, televisi, telepon, jaringan komputer sehingga dapat mengetahui siapa yang memberikan tawaran atau pelayanan terbaik.
    Competition (Persaingan)
    Dulu perusahaan dapat menjual dalam berbagai pasar yang berbeda dengan basis kompetisi yang berbeda. Pada satu pasar perusahaan mendasarkan basis kompetisi pada harga, sedang pada pasar yang lain basis kompetisi didasarkan pada pilihan, kualitas, ataupun pelayanan. Dengan runtuhnya penghalang dalam perdagangan antar negara (antar pasar) maka tidak ada lagi basis kompetisi lokal yang terlindungi dari para pesaing luar. Ketika semua perusahaan bersaing dalam pasar yang sama maka hanya yang terbaiklah yang dapat memenangkan persaingan. Teknologi berperan dalam mengubah persaingan. Teknologi informasi misalnya memungkinkan perusahaan yang menghasilkan produk dan perusahaan yang memasarkan produk menggabungkan sistem persediaan dan distribusi mereka. Hal ini akan meningkatkan ketergantungan diantara kedua perusahaan tersebut, yang seakan- akan bergabung sehingga peserta dalam kompetisi meningkat kemampuannya dalam bersaing.
    Change (Perubahan)
    Dengan adanya perubahan tingkat globalisasi ekonomi, perusahaan- perusahaan akan menghadapi jumlah pesaing yang lebih banyak, yang masing-masing bersaing untuk meluncurkan inovasi produk maupun layanan jasa ke pasaran. Kecepatan perubahan teknologi akan meningkatkan kecepatan berinovasi yang mengakibatkan siklus hidup produk semakin singkat yang kemudian berimplikasi pada waktu pengembangan dan peluncuran produk baru yang menjadi semakin pendek.

    Critical Success Factors Dalam Proyek Rekayasa ulang
    Menurut Andrews dan Susan (1994:15), tidak banyak proyek rekayasa ulang yang dapat mencapai semua tujuannya. Untuk dapat mencapai keberhasilan dalam melaksanakan proyek rekayasa ulang dibutuhkan strategi yang mengandung critical success factors berikut ini:
    Fokus dalam seluruh dimensi bisnis
    Rekayasa ulang bukan sekedar rancang ulang proses atau menyusun ulang struktur organisasi atau juga lebih dari pengenalan teknologi baru. Kesksesan rekayasa ulang tergantung pada integrai dari proses, teknologi dan organisasi ditambah dukungan yang terintegrasi dalam nilai-nilai dan infrastuktur baru.
    Metodologi dan pendekatan proyek
    Metodologi yang dipakai harus sistematis dan berfokus pada kenyataan. Hal ini lebih dari sekedar merubah struktur organisasi atau posisi pekerjaan. Metodologi membutuhkan kerjasama antara anggota organisasi untuk keuntungan jangka panjang dan kesehatan seluruh organisasi. Metodologi harus dinyatakan secara mendetail, dapat dijalankan dan merupakan rencana yang dapat dirunut ulang dalam implementasinya.
    Waktu,
    Rekayasa ulang proses bisnis membutuhkan waktu. Aktifitas awal mendesain proses bisnis membutuhkan waktu enam sampai delapan minggu. Sedangkan implementasi desain baru, pengujian alternatif- alternatifnya dan sistem pendukungnya, merupakan suatu proses iterasi yang membutuhkan waktu dua tahun atau lebih.
    Partisipasi dari seluruh organisasi
    Rekayasa ulang proses bisnis tidak dapat dilakukan hanya oleh tiga atau empat orang yang ahli saja. Proyek ini adalah pekerjaan teamwork. Menciptakan partisipasi yang efektif dalam rekayasa proses bisnis membutuhkan grup yang fleksibel dan terlatih. Dan salah satu kunci sukses teamwork ini adalah pelatihan. Selain itu keberhasilan dan kemajuan tim harus ditunjang oleh adanya sarana dan prasaran yang memadai.
    Pemimpin yang aktif.
    Hal ini adalah critical success factor yang paling penting. Para eksekutif dan manajer dalam organisasi harus menunjukkan komitmen jangka panjang mereka daam melakukan rekayasa ulang proses bisnis. Pola kepemimpinan yang baik dimulai pada saat para manajer mulai meninggalkan krisis manajemen dan mulai memberikan energi baru bagi organisasi. Selain itu mulai menumbuhkan orientasi pembelajaran daripada melakukan pendekatan yang orientasinya hanya menyalakan bawahan.

    References :

    1. Andrews, C.D., & Susan, K.S., 1994, Business Reengineering: The Survival Guide, Yourdon Press, Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
    2. Burlton, R.T., 2001, Business Process Management: Profiting From Process, Sams Publishing, Indianapolis, Indiana, USA.
    3. Chang, R.Y., 1999, Peningkatan Proses Berkesinambungan, PT.Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
    4. Federal Information Processing Standards Publication (FIPSP) 183, 1993, Integration Definition for Function Modeling (IDEFØ), Air Force Wright Aeronautical Laboratories, Air Force Systems Command, Wright-Patterson Air Force Base, Ohio 45433, USA.
    5. IDS Scheer AG, Whitepaper – June 2005, Bussiness Process Management – ARIS Value Engineering Concept, Inventory Number BMP0605-E-WP, Saarbrüecken, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
    6. IDS Scheer AG, 2001, Successful Management of ARIS Project, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
    7. Indrajit, R.E., dan R.Djokopranoto, 2002, Konsep dan Aplikasi Business Process Reengineering: Strategi Meningkatkan Kinerja Bisnis secara Dramatis dan Signifikan, Grasindo, Jakarta.
    8. International Business Machiness Corporation (IBM), 1984, Business System Planning, Fourth Edition, IBM.
    9. Institute of Industrial Engineers, 1993, Business Process Reengineering: Current Issues and Aplications, Industrial Engineering and Management Press, Norcross, Georgia, USA.
    10. Malhotra, Y. 1998, "Business Process Redesign: An Overview IEEE Engineering Management Review, Vol. 26, no. 3", (URL: http://www.kmbook.com/bpr.htm). (2004, Oktober 14)
    11. Peppard, J. dan Rowland, P., 1995, The Essence of Business Process Reengineering, Prentice Hall, London.
    12. Scheer, A.W., 1994, Business Process Engineering – Reference Models for Industrial Enterprises, Second Edition, Spinger-Verlag Berlin, Germany.
    13. Wibowo, M., 2004, Efisiensi Perusahaan melalui Penerapan
    14. Manajemen Proses Bisnis, Grasindo, Jakarta.
    15. Doni Adriansah, Penerapan Sederhana Business ProcessReengineering Dalam Dunia Manufaktur.


    Management Business Process (Part - 2)

    Business System Planning (BSP)
    BSP merupakan suatu pendekatan terstruktur untuk membantu sebuah bisnis dalam memuat suatu rencana sistem informasi untuk memberikan kepuasan atas kebutuhan informasi. BSP seringkali dianggap sebagai pendekatakan struktural atau metodologi (IBM,1984:5). BSP dapat diterapkan pada semua institusi pada sektor public dan semua industri, karena kebutuhan untuk mengembangkan system informasi adalah sama tanpa memperhatikan produk/jasa yang disediakan perusahaan.

    Tujuan dan manfaat BSP
    Tujuan BSP secara umum adalah untuk membantu membuat rencana sistem informasi yang menunjang kebutuhan informasi jangka pendek dan jangka panjang bagi organisasi. Penerapan aplikasi dan metodologi konsep BSP dapat memberikan manfaat besar kepada tiga jenis kelompok manajemen yaitu manajemen eksekutif, manajemen fungsional dan operasional, dan manajemen sistem informasi (IBM, 1984: 3).
    Manfaat bagi manajemen eksekutif, adalah :
    • Sebagai evaluasi terhadap sistem informasi yang ada.
    • Membantu manajemen dalam pengendalian tugas usaha.
    • Merupakan penilaian terhadap kebutuhan sistem informasi pada masa mendatang dengan memperhatikan prioritas tujuan.
    • Membantu merencanakan sistem informasi yang tidak terpengaruh oleh berkembangnya struktur organisasi.

    Manfaat bagi manajemen operasional dan fungsional, adalah :
    • Sebagai pendekatan logis yang membantu dalam pemecahan masalah pengendalian manajemen dan operasional.
    • Memungkinkan adanya penggunaan dan pembagian data yang konsisten oleh para pemakai.
    • Menentukan arah dan tujuan dengan melibatkan top manajemen sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
    • Menciptakan sistem yang berorientasi pada pemakai.

    Manfaat bagi manajemen sistem informasi, adalah :
    • Menumbuhkan kesadaran berkomunikasi dengan pihak manajemen puncak.
    • Membuat perencanaan jangka panjang dan persediaan sumber daya yang lebih baik untuk pengolahan data.
    • Adanya personil yang cukup terlatih dan berpengalaman dalam perencanaan pengolahan data sesuai keperluan organisasi.
    • Adanya keterlibatan para pemakai dalam menentukan prioritas sistem.

    Proses Perancangan Arsitektur Informasi
    Proses perancangan arsitektur informasi berdasarkan konsep BSP ada beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut ialah mendefinisikan objektif dari bisnis, mendefinisikan proses bisnis, mendefinisikan data bisnis, dan mendefinisikan arsitektur informasi bisnis.

    Tahap 1 : Mendefinisikan objektif dari bisnis
    Sebelum manajemen proyek bisnis dijalankan, hal pertama yang harus diketahui adalah objektif dari proyek dan apa harapan dari perusahaan. Proses untuk mengetahuinya adalah melalui diskusi atau pembicaraan dengan pihak manajemen / pemilik perusahaan (Wibowo, 2004:15).
    Dalam pembicaraan tersebut, materi yang dibicarakan seputar isu-isu global yang terjadi serta data pendukung. Data pendukung tersebut misalnya tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan perusahaan, persediaan barang digudang, harga jual, tingkat persaingan, masalah biaya operasional, sistem informasi internal perusahaan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga digali informasi mengenai visi, misi maupun strategi perusahaan yang sudah maupun yang akan dijalankan.

    Tahap 2 : Mendefinisikan proses bisnis
    Tidak ada aktifitas dalam penelitian ini lebih penting dari identifikasi proses bisnis. Mendefinisikan proses bisnis, merupakan dasar perumusan utama jangka panjang untuk menunjang system informasi dalam bisnis perusahaan (IBM, 1984:9). Hasil dari tahap ini berupa daftar seluruh proses, deskripsi dari tiap-tiap daftar proses tersebut, dan identifikasi kunci sukses dari proses bisnis tersebut.
    Terdapat 6 langkah dalam mendefinisikan bisnis proses.

    Langkah 1 : Identifikasi produk dan pendukungnya
    Mengidentifikasi produk atau jasa dan sumber daya pendukungnya meliputi fasilitas dan peralatan, material dan energi, modal, informasi, tenaga kerja dan lain-lain.

    Langkah 2 : Identifikasi perencanaan dan pengendalian strategi
    Mengindentifikasi proses-proses perencanaan strategi dan pengendalian manajemen perusahaan. Dengan persiapan kerja yang telah dilakukan pada saat pengumpulan informasi perencanaan, critical sucess factor dan beberapa rencana perusahaan, tidak akan terlalu sulit untuk mengidentifikasikan proses-proses apa saja yang terlibat didalamnya. Mereka akan terbagi dengan sendirinya kedalam perencanaan strategi dan pengendalian manajemen. Perencanaan strategi merupakan perencanaan jangka panjang, rencana tujuh tahun kedepan, atau rencana pengembangan. Pengendalian manajemen dapat berlangsung selama perencanaan operasi, perencanaan manajemen, perencanaan sumber daya, dan mungkin perencanaan kontrak.

    Langkah 3 : Identifikasi barang/jasa dan sumber daya proses.
    Mengidentifikasi barang atau jasa dan sumber daya proses. Dalam identifikasi produk/jasa dan proses pendukungnya digunakan suatu siklus hidup produk dan sumber daya (product and resource life cycle). Setiap produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan berikut dengan sumber dayanya memiliki proses bisnis yang berbentuk siklus hidup. Siklus hidup tersebut terbagi menjadi empat fase, yaitu fase requirements (identifikasi kebutuhan), fase acquisition (Pengadaan), fase stewardship (Pelayanan dan penggunaan) dan fase retirement/disposition (Penghapusan) (IBM, 1984, h.29).

    A. Fase Requirements (identifikasi kebutuhan)
    Pada fase ini mencakup aktivitas-aktivitas yang menentukan seberapa besar produk atau sumber daya yang dibutuhkan,rencana perolehannya, dan rencana pengukuran dan kontrol atau evaluasinya.
    B. Fase Acquisition (Pengadaan)
    Fase ini rnencakup segala aktivitas yang ditujukan untuk menciptakan atau mendapatkan sumber daya yang akan digunakan dalam proses penciptaannya (produksi). Dalam manufaktur, yang termasuk fase im adalah proses pengadaan dan produksi. Dalam personalia, termasuk proses pengangkatan atau
    mutasi pekerja. Dalam bidang pendidikan, termasuk proses pembuatan kurikulum dan perputaran (enrollment) pelajar.
    C. Fase Stewardship (Pelayanan dan penggunaan)
    Aktivitas yang tercakup dalam fase ini adalah pemeliharaan sumber daya pendukung dan penyimpanan produk/jasa. Dalam dunia asuransi, aktivitasnya termasuk pemeliharaan polis, premium notices dan pernyataan dividen. Dalam industri distribusi, termasuk aktivitas pengendalian persediaan dan pergudangan.
    D. Fase Retirement/Disposition (Penghapusan)
    Fase ini mencakup segala aktivitas dan keputusan yang mengakhiri peran dan/atau tanggungjawab organisasi terhadap produk atau jasa, atau tanda bagi akhir penggunaan sumber daya, sebagai contohnya. memberhentikan pegawai, penjualan asset dan menghentikan penggunaan layanan agen pemerintah.


    Langkah 4 : Penggabungan / pemecahan proses bisnis
    Proses penggabungan atau pembagian (pemecahan/split) proses bisnis. Seringkali antara proses bisnis satu dengan lainnya memiliki berbagai kesamaan. Dalam hal demikian maka dapat digabungkan. Jika terdapat proses bisnis yang tidak konsisten fasenya, maka dapat diturunkan (break down) menjadi beberapa proses bisnis.

    Langkah 5 : Identifikasi definisi dan deskripsi proses
    Menuliskan definisi dan deskripsi setiap proses. Pada bagian ini dituliskan deskripsi dari setiap proses bisnis yang dilakukan beserta aktifitas-aktifitas utama dari proses bisnis tersebut.

    Langkah 6 : Identifikasi hubungan proses bisnis dan unit organisasi
    Mengkaitkan proses bisnis dengan unit organisasi penanggungjawab, pengambil keputusan, pemroses utama, pemroses penunjang, dan pemakai. Proses bisnis yang telah terdefinisi dapat dikaitkan dengan struktur organisasi bisnis untuk membantu mengidentifikasi proses bisnis dari orang-orang yang bersinggungan langsung dengan proses tesebut. Matriks proses bisnis dan unit organisasi dibuat untuk memperlihatkan hubungan tersebut. Contoh matriks proses bisnis dan unit organisasi depat dilihat pada Tabel.

    Tahap 3 : Mendefinisikan data bisnis
    Tahap ketiga yaitu mengidentifikasikan data apa yang seharusnya ada dan hasil data yang dapat dibuat pada setiap proses bisnis. Setelah itu langkah selanjutnya adalah menjelaskan hasil data yang dibuat yang dinamakan kelas data.

    Tahap 4 : Mendefinisikan arsitektur informasi bisnis.
    Setelah semua kelas data yang diperlukan diidentifikasi maka hubungan antara kelas data dengan bisnis proses harus ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua kelas data dan proses yang diperlukan telah diidentifikasi dan juga untuk mengetahui bahwa hanya satu proses yang menciptakan setiap kelas data.

    References :

    1. Andrews, C.D., & Susan, K.S., 1994, Business Reengineering: The Survival Guide, Yourdon Press, Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, USA.
    2. Burlton, R.T., 2001, Business Process Management: Profiting From Process, Sams Publishing, Indianapolis, Indiana, USA.
    3. Chang, R.Y., 1999, Peningkatan Proses Berkesinambungan, PT.Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
    4. Federal Information Processing Standards Publication (FIPSP) 183, 1993, Integration Definition for Function Modeling (IDEFØ), Air Force Wright Aeronautical Laboratories, Air Force Systems Command, Wright-Patterson Air Force Base, Ohio 45433, USA.
    5. IDS Scheer AG, Whitepaper – June 2005, Bussiness Process Management – ARIS Value Engineering Concept, Inventory Number BMP0605-E-WP, Saarbrüecken, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
    6. IDS Scheer AG, 2001, Successful Management of ARIS Project, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31)
    7. Indrajit, R.E., dan R.Djokopranoto, 2002, Konsep dan Aplikasi Business Process Reengineering: Strategi Meningkatkan Kinerja Bisnis secara Dramatis dan Signifikan, Grasindo, Jakarta.
    8. International Business Machiness Corporation (IBM), 1984, Business System Planning, Fourth Edition, IBM.
    9. Institute of Industrial Engineers, 1993, Business Process Reengineering: Current Issues and Aplications, Industrial Engineering and Management Press, Norcross, Georgia, USA.
    10. Malhotra, Y. 1998, "Business Process Redesign: An Overview IEEE Engineering Management Review, Vol. 26, no. 3", (URL: http://www.kmbook.com/bpr.htm). (2004, Oktober 14)
    11. Peppard, J. dan Rowland, P., 1995, The Essence of Business Process Reengineering, Prentice Hall, London.
    12. Scheer, A.W., 1994, Business Process Engineering – Reference Models for Industrial Enterprises, Second Edition, Spinger-Verlag Berlin, Germany.
    13. Wibowo, M., 2004, Efisiensi Perusahaan melalui Penerapan
    14. Manajemen Proses Bisnis, Grasindo, Jakarta.
    15. Doni Adriansah, Penerapan Sederhana Business ProcessReengineering Dalam Dunia Manufaktur.

    Management Business Process (Intro - 1)

    Pengertian Proses Bisnis  
    Burlton (2001:67) mendefinisikan bisnis sebagai suatu  organisasi yang memiliki tujuan untuk menciptakan nilai akhir kepada  seseorang yang peduli terhadap hasil akhir tersebut. Bisnis dapat  dianalogikan sebagai kendaraan menuju transformasi. Dengan kata lain, tujuan utama setiap bisnis yang ada adalah menjadi pelaku dalam sebuah  mekanisme tranformasi.   Pada saat menyelaraskan kejadian-kejadian agar situasi kondisi  yang ada dapat terkendali, permintaan pelanggan dan sumber daya harus  dapat diterjemahkan kedalam barang (produk), pelayanan dan business  outcomes untuk keuntungan pelanggan. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa bahan baku, modal dan  informasi, hal ini  memperlihatkan bahwa ketika sebuah  bisnis melayani pelanggan dan pembeli, prestasi mereka sebenarnya  sedang diukur kesesuaiannya dengan key performance indicator (KPIs)  dan dievaluasi berdasarkan permintaan pemilik bisnis dan investor.  Memuaskan pelanggan dan pemilik bisnis bersamaan dengan  mengidentifikasi beragam tekanan dari luar dan undang-undang yang   mengatur dan membatasi merupakan hal yang sulit. Hal ini akan dapat  memicu konflik diantara faktor-faktor penentu. Bisnis membutuhkan penerapan dari beberapa macam sumber daya untuk memungkinkan perubahan tersebut. Beberapa sumber daya itu diantaranya :
    • Fungsi silang dari proses bisnis. Yang menarik dari hal ini adalah, sebuah bisnis bisa saja tidak dapat mengenalinya sebagai sebuah proses.
    • Teknologi komputasi dan komunikasi. Kedua hal ini memungkinkan aliran informasi, pemerataan ilmu, dan komunikasi.
    • Fasilitas fisik. Contohnya perkantoran, pabrik, perlengkapan dan peralatan.
    • Sumber daya manusia.
    Proses bisnis (business process) merupakan kumpulan aktivitas yang saling berkaitan secara logis  yang dilakukan untuk mengatur sumber daya dari suatu bisnis yang dijalankan (IBM, 1984:29). Proses-proses yang didefinisikan sebagai proses bisnis adalah semua proses yang berhubungan dengan lingkup tanggung jawab suatu unit organisasi dan juga yang bukan namun berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh unit organisasi tersebut. Selain itu, “Business Process” juga juga diartikan sebagai berikut :
    “Proses bisnis adalah sejumlah aktivitas yang mengubah sejumlah inputs menjadi sejumlah outputs (barang dan jasa) untuk orang-orang lain atau proses  yang menggunakan orang dan alat (Indrajit, et al., 2002 : .3).”    Proses bisnis yang sebenarnya dimulai dengan menyusun serangkaian langkah kerja. Hal ini belum dapat dikatakan selesai sampai aspek terakhir dari hasil akhir yang akan dituju sesuai dengan sudut pandang dan keinginan para pemegang saham yang memegang kendali organisasi. Sudut pandang dari luar ini menimbulkan pertanyaan yaitu “Bagaimana kita dapat mengetahui kriteria untuk membuat kesimpulan yang memuaskan semua pihak?“.  Didalam sebuah proses,  input dari bermacam jenis seperti bahan baku, informasi, ilmu pengetahuan, komitmen, dan status, ditransformasikan kedalam output dan hasil akhir. Transformasi ini terjadi
    berdasarkan panduan proses, seperti hukum, standarisasi, prosedur, peraturan, dan kemampuan individu. Hanya sumber daya yang tepat yang dipekerjakan untuk memberdayakan perubahan ini. Sumber-sumber daya ini termasuk fasilitas, perlengkapan, teknologi dan manusia (Burlton, 2001:72).
    Proses adalah aset bagi sebuah organisasi, sama halnya dengan orang, fasilitas dan informasi. Ketika mereka di atur dengan baik, mereka akan memberikan prestasi dan hasil terbaik mereka untuk perusahaan. Lebih jauh lagi, proses adalah suatu alat yang menyelaraskan aset dan aspek lainnya dalam perubahan. Manajemen
    proses akan menjamin seluruh faktor-faktor yang  akan mendatangkan perubahan yang sempurna.
    Burlton (2001:73) menyatakan bahwa  Business Process Management adalah sebuah proses yang menjamin keberhasilan perbaikan sebuah organisasi. Seperti kebanyakan proses lainnya, penerapan Business Process Management membutuhkan kepemimpinan dan pedoman. Hal ini dapat berarti melakukan perubahan secara radikal, atau dengan kata lain mengakaji ulang atau bahkan memperbaharui pedoman-pedoman dasar proses. Di lain kesempatan, proses ini dapat berjalan secara simultan, terus menerus dalam suatu siklus pemantauan
    dan perbaikan. 

    Manfaat Penyusunan Proses Bisnis
     Manfaat yang diperoleh melalui penyusunan proses bisnis adalah sebagai berikut :
    • Memberikan pemahaman yang mendalam akan bagaimana proses pencapaian misi dan tujuan secara keseluruhan. Proses bisnis dapat menggambarkan bagaimana suatu unit bisnis dapat mencapai sasaran, tujuan dan misi perusahaan.
    • Merupakan dasar untuk menentukan peta/arsitektur informasi yang dibutuhkan.
    Persiapan Penyusunan Proses Bisnis
    Beberapa persiapan dalam mengembangkan dan menyusun proses bisnis yang baik, adalah sebagai berikut :
    • Setiap penanggungjawab dari unit yang terkait harus hadir dan berpartisipasi secara penuh serta berupaya mencari kesepakatan tentang hasil yang diharapkan dan komitmen untuk implementasinya nanti.
    • Dalam setiap fase pendefinisian proses-proses bisnis ini sebaiknya selalu dibuat notulen tertulis sehingga setiap keputusan dan konsep definisi yang dihasilkan terdokumentasi dengan baik, tidak dilupakan dan tidak disalahartikan.
    • Setiap anggota tim yang terlibat harus memahami konsep pendekatan sistem, strategi unit bisnis, transformasi sumber daya - proses - produk/jasa yang dihasilkan, dan penilaian kinerja usaha (ukuran kinerja terpilih).
     References :
    1. Andrews, C.D., & Susan, K.S., 1994, Business Reengineering: The Survival Guide, Yourdon Press,Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey, USA. 
    2. Burlton, R.T., 2001, Business Process Management: Profiting From Process, Sams Publishing, Indianapolis, Indiana, USA. 
    3. Chang, R.Y., 1999,  Peningkatan Proses Berkesinambungan, PT.Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
    4. Federal Information Processing Standards Publication (FIPSP) 183, 1993,  Integration Definition for Function Modeling (IDEFØ), Air Force Wright Aeronautical Laboratories, Air Force Systems Command, Wright-Patterson Air Force Base, Ohio 45433, USA. 
    5. IDS Scheer AG, Whitepaper – June 2005,  Bussiness Process Management –  ARIS Value Engineering Concept, Inventory Number BMP0605-E-WP, Saarbrüecken, Germany (http:// www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31).
    6. IDS Scheer AG, 2001,  Successful Management of ARIS  Project, Germany (http://www.ids-scheer.com), (2006, Mei 31).
    7. Indrajit, R.E., dan R.Djokopranoto, 2002,  Konsep dan Aplikasi Business Process Reengineering: Strategi Meningkatkan Kinerja Bisnis secara Dramatis dan Signifikan, Grasindo, Jakarta. 
    8. International Business Machiness Corporation (IBM), 1984, Business System Planning, Fourth Edition, IBM.
    9. Doni Adriansah, "Penerapan Sederhana Business ProcessReengineering Dalam Dunia Manufaktur".

      Translate

      English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
      by : donijaua

      Mengenai Saya

      Foto saya
      Lahir di Sidoarjo,Alumni UI (Universitas Indonesia-Industrial Engineering), dan ITS Surabaya (Power Electrical). Th 1996-1997 di vendor JVC SBY. Th 1997-2006 di PT. Mulia Industrindo sebagai Sr Prod.SPV, Chief Secretary PSM (Process Safety Management), peserta Workshop Implementasi Lean Manufacture selama 4 th yg di sponsori oleh Pemerintah RI (Deperindag) Negara Japan (JODC/Japan Organization for Development Country) dari Toyota Corp Nagoya Japan Mazda Japan. Th 2006-2008 Manager at Group TRIPUTRA. Finalis Suggestion System pd Forum Komunikasi Mutu. Ketua Komite 6S, Kaizen Blitz. Th 2008 s/d 2010 group perusahaan Tiga Pilar sebagai Business Development & Industrial Engineering. Th 2010 - 2012 Manager at DB Encosys. 2012 - Now Manager at MKA Group Specialist in Coldchain Distribution. Certification: Six Sigma for Green Belt, Toyota Production System (TPS), Production Management (PQM), Practical Problem Solving Decision Making (PQM), Konvensi Tingkat Nasional (GKM). Menjabat Ketua RT perum Kt Legenda BKS, Ketua Ranting IPNU 1994, Pendiri organisasi Moss Nature lover BKS,Ketua Karang Taruna 2004. Juga menggeluti Entrepreneur (Batik).

      Waktu Berharga

      Kalender Kita

      Weather

      Berita Kini

      More..

      My Bloglog

      Powered By Blogger

      Pengikut

      Cari Blog Ini