POLITIK KANTOR

Berbicara tentang politik, ternyata bisa dimana saja, baik itu dalam organisasi ataupun lingkungan masyarakat. Sebagai seorang pekerja nuansa politik juga membelenggu dalam lingkungan ini, baik di ruang makan, jemputan, bahkan ruang kerja yang kemudian menjadi hubungan tertutup. Hubungan tersebut sangat erat satu sama lain, dimana mereka berbagi gossip dan fakta, menunjukkan sikap subjektif dalam melihat masalah dan bahkan mempengaruhi penunjukan dan pemilihan anggota team atau kelompok tertentu. Ibaratnya kalau dalam perkumpulan ada lebih dari dua orang karyawan dalam satu tim, pasti ada politiknya yang bermain. Porsi dari arus politik bisa tergantung kedudukan seseorang, semakin tinggi jabatan seseorang belenggu politik yang bermain semakin besar pula. Cuma kadang orang berpikir bahwa bermain politik itu kotor dan menjijikan, padahal kalau kita cermati, bahwa kadang berpolitik sangat diperlukan, karena hal ini bagian dari synergy dan kerjasama. Politik kantor sering ditangapi “alergik”, pada kenyataanya tidak pernah punah, bahkan merupakan realita. Kita sering tidak bersimpati dengan seseorang yang “sok bener” tertutama didepan atasan, bahkan tega menyingkirkan semua orang yang dianggap tidak benar, apalagi membahayakan kedudukannya. Ada juga individu yang tidak kita sukai kareana dia pandai sekali memanfaatkan power dan bisa membuat ketergantungan atasan atau perusahaan kepadanya, sehingga pada “timing” yang tepat, ia bisa unijuk gigi atau bermain dengan “bargaining” powernya.
Mengapa situasi berpolitik seperti ini menjengkelkan orang-orang yang berada diluar permainan? Beberapa pengamat mengatakan bahwa politik kantor ini menjadi kelihatan nyata pada lembaga yang kekuatan SDM nya tidak berimbang, misalnya banyak banyak karyawan yang produktif dan banyak juga karyawan yang tidak produktif atau malas. Maka timbulah istilah “like & dislike” diantara mereka karena standar kinerja yang sulit dibuktikan apalagi dihitung, juga adanya job description yang tidak seimbang dan tidak jelas, yang kesemuanya bisa membangkitkan rasa tidak aman dalam bekerja. Rasa tidak aman ini terutama akan lebih terasa lagi, pada orang yang sama sekali tidak mau “bermain” dan juga tidak menyadari apalagi tahu cara mainnya. Politik kantor memang sangat subjektif dan informal, inilah sebabnya hal itu terasa tetapi sulit diraba dan teraga.
Menurut berbagai informasi yang diterima, bahwa kegiatan lobby melobby, serta kegiatan-kegiatan lain dalam acara pertemuan informal bisa merubah sebuah operating system yang sudah ada, karena hal ini bisa dijadikan kendaraan untuk menonjolkan potensi pribadi yang mana bisa menghasilkan sebuah kinerja yang benar-benar luar biasa, walaupun dengan cara kasak-kusuk, bujuk-membujuk, sikap super baik, dan mendekati orang-orang kunci, karena tanpa hal ini tidak akan mungkin berhasil melakukan perubahan besar tanpa adanya dukungan. Karena tanpa melakukan hal ini kita tidak akan menghasilkan apa-apa dalam arti sebuah kinerja yang memuaskan.
Untuk survive dilingkungan organisasi kita memang perlu kuat dan berakar, serta tahu apa yang kita mau. Kita bisa menyasar hal-hal material, kita bisa juga mementingkan karir, kinerja dan peningkatan kompetensi, sementara orang lain ada yang memburu keterlibatannya dalam kelompok tertentu, power atau control terhadap situasi. Namun berdiam diri dan berharap bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan system yang ada, memang hampir tidak mungkin. Kita perlu tahu dimana pusat kekuatan, siapa orang yang berpengaruh dan bisa mempengaruhi lingkungan sosial. Kita pun perlu bisa melicinkan upaya kita melalui pendekatan. Sepanjang kita bersikap fair, tidak manipulative, dan curang. Melobby, mempersuasi dan berpolitik memang harus dilakukan. Sikap negative seperti yang kita kenal misalnya “system kodok”, yaitu menyembah keatas sementara menendang kebawah, tentunya adalah gaya yang tidak anggun dan tidak dilakukan oleh orang yang tahu berpolitik dengan baik.
Dalam dunia nyata bahkan untuk level-level tinggi dijumpai juga bahwa tentang prosedur recruitment menganut system keluarga dan pertemanan. Hal ini menyangkut siapa dekat dengan siapa, siapa mempunyai pandangan yang sama dengan yang mana, siapa pemain kunci san siapa sekedar pengikut atau penggembira. Jejaring pertemanan yang berdasarkan kedekatan, almamater, kesamaan pandangan dan ideology biasanya merupakan lahan berpolitik, baik di perusahaan maupun organisasi lainnya. Sama seperti strategi perang, berpolitikpun memerlukan pemetaan dan perencanaan yang mapan.
Dari pengamatan para ahli, orang yang kuat dalam perusahaan dan organisasi biasanya memang bukannya tidak berstrategi, mereka juga “political savvy”. Orang-orang ini tahu bagaimana berhubungan dengan atasan, bahkan mendukung atasanya yang sukses. Bersamaan denga upaya itu, seseorang yang tahu berpolitik pasti berupaya untuk selalu tampil di rapat-rapat penting, tahu mendekati orang-orang kunci, menunjukkan “corporate manners” yang baik, dan menampilkan kemampuannya sebagi “team player”.
Dalam organisasi apapun, kita hanya bisa eksis bila mempunyai kontribusi yang signifikan. Bila kita amati orang yang pandai melobby dan berpolitik, sementara produktivitasnya kosong, maka orang ini lambat laun tidak bisa meneruskan karirnya. Kekuatan kita adalah produktivitas diri merupakan modal agar kita bisa diperhitungkan dalam peta social organisasi. Individu yang produktivitasnya diatas rata-rata tinggal mengasah cara berinteraksi, bergau, berapat, mendekati atasan dan orang-orang kunci, serta membuat diri lebih diperhitungkan dengan berusaha lebih bermain fakta, membina hubungan emosional yang sehat, berusaha menonjolkan orang lain tanpa lupa memunculkan diri sendiri. Kontribusi yang sudah kita tunjukkan jangan sampai dikotori dengan mempraktekan cara gaul yang murahan seperti bergosip, menekan, menyalagunakan jabatan, mencari muka tanpa alasan yang jelas. Dan jangan lupa kesuksesan bukanlah suatu kebetulan atau bahkan hadiah, tetapi sukses itu lahir dari suatu perencanaan yang matang dan didukung oleh team yang kokoh, target yang jelas dan mendapat komitmen dari semua lapisan, serta dilakukan dengan kerja keras secara terus menerus, yang mana semuanya harus dimulai dengan niat yang baik dan jujur.

Ingin Menjadi Seorang Problem Solver, WHY NOT??

Ingin menjadi seorang problem solver yang professional dalam segala bidang. Namun dalam kenyataan tidak banyak orang yang berhasil, malahan mereka menjadi frustrasi dan kemudian menyalahkan lingkungan atau faktor-faktor di luar pengendalian (uncontrollable causes), yang pada akhirnya berakibat pada Stress (lulus S1), lalu meningkat menjadi Stroke (lulus S2) dan pada akhirnya mengakibatkan Stop—kematian (lulus S3), dari Universitas. Untuk menjadi seorang problem solver kita mencoba menggunakan pendekatan yang terdiri dari tiga langkah untuk menyelesaikan masalah, dan dalam praktek memang terbukti cukup ampuh! Dengan demikian mudah-mudahan konsep problem solving ini bukan sekedar teori belaka, tetapi cukup terbukti keberhasilannya. Jika konsep ini diterapkan dan tidak berhasil, maka kesalahan bukan pada konsep ini tetapi hal ini kemungkinan besar dikarenakan dari orang yang menerapkan konsep ini. Ketiga langkah tersebut adalah:
(1) Mengidentifikasi masalah secara tepat,
(2) Menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah itu, dan
(3) Mengajukan solusi masalah secara efektif dan efisien.

Langkah Pertama: Mengidentifikasi Masalah Secara Tepat
Secara konseptual suatu masalah (M) didefinisikan sebagai kesenjangan atau gap antara kinerja aktual (A) dan target kinerja (T) yang diharapkan, sehingga secara simbolik dapat dituliskan persamaan:

M = T – A.
Berdasarkan konsep ini, maka seorang problem solver yang profesional harus terlebih dahulu mampu mengetahui berapa atau pada tingkat mana kinerja aktual (A) pada saat ini, dan berapa atau pada tingkat mana target kinerja (T) itu akan dicapai dan kapan harus mencapai target kinerja (T) itu? Pada tahap awal ini, kita harus mampu mendefinisikan secara tegas apa masalah utama (M Besar) kita, kemudian menetapkan pada tingkat mana kinerja aktual (A) kita pada saat sekarang, dan juga menetapkan target kinerja (T) dan kapan waktu pencapaian target kinerja (T) itu?

Langkah Kedua: Menemukan Sumber dan Akar Penyebab dari Masalah
Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila kita berhasil menemukan sumber-sumber dan akar-akar penyebab dari masalah itu, kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan akar-akar penyebab itu. Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, maka kita perlu memahami dua prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu:
1. Suatu akibat terjadi atau ada hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama dalam ruang dan waktu.
2. Setiap akibat mempunyai paling sedikit dua penyebab dalam bentuk :
(a) Penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes)
(b) Penyebab yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable causes).

Penyebab yang dapat dikendalikan berarti penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang kita sehingga dapat diambil tindakan (actionable) untuk menghilangkan penyebab itu. Sebaliknya penyebab yang tidak dapat dikendalikan berada di luar pengendalian kita. Penyebab yang tidak dapat dikendalikan (berada di luar control kita) terdiri dari paling sedikit dua penyebab, yaitu:
(b1) Penyebab yang dapat diperkirakan (predictable causes) sehingga memungkinkan kita untuk mengantisipasi dan
mencegahnya,
(b2) Penyebab yang tidak dapat diperkirakan karena belum ada referensi atau pengetahuan tentang kejadian itu sebelumnya.

Hal yang paling penting agar mampu mencapai solusi masalah yang efektif dan efisien adalah memahami prinsip ke-2 dari hukum sebab- akibat di atas, yaitu bahwa setiap akibat memiliki paling sedikit dua penyebab dalam bentuk (a) penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes) dan (b) penyebab yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable causes). Untuk setiap penyebab yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable causes) akan terdapat lagi dua kategori penyebab, yaitu: (b1) penyebab yang dapat diprediksi (predictable causes) dan (b2) penyebab yang tidak dapat diprediksi sebelum kejadian (unpredictable causes). Prinsip ke-2 dalam hukum sebab-akibat di atas, mengajarkan seharusnya menemukan paling sedikit dua jenis penyebab di atas, yaitu: (a) penyebab yang dapat dikendalikan, dan (b) penyebab yang tidak dapat dikendalikan, selanjutnya untuk setiap penyebab yang tidak dapat dikendalikan kita seharusnya mampu mengidentifikasi apakah penyebab yang tidak dapat dikendalikan itu adalah (b1) dapat diperkirakan atau diprediksi sebelum kejadian, dan (b2) tidak dapat diprediksi atau diperkirakan sebelum kejadian. Selanjutnya apabila kita mengumpulkan jawaban dari penyebab yang dapat dikendalikan dan jawaban dari penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan, maka dua tindakan solusi masalah berikut dapat diambil, yaitu:
(1) Menghilangkan akar penyebab yang dapat dikendalikan
(2) mengantisipasi melalui tindakan pencegahan terhadap penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan itu

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya "Mengapa" beberapa kali itu dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :

1. Manpower (tenaga kerja): berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan
keterampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
2. Machines (mesin-mesin) dan peralatan : berkaitan dengan tidak ada system perawatan preventif terhadap mesin-mesin
produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated,
terlalu panas, dll
3. Methods (metode kerja): berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak
terstandardisasi, tidak cocok, dll.
4. Materials (bahan baku dan bahan penolong) : berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan
penolong yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan,
ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll.
5. Media, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan
keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan
yang berlebihan, dll.
6. Motivation (motivasi) : berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan profesional (tidak kreatif, bersikap reaktif, tidak
mampu bekerjasama dalam tim, dll), yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil
kepada tenaga kerja.
7. Money (keuangan) : berkaitan dengan ketiadaan dukungan finasial (keuangan) yang mantap guna memperlancar peningkatan
proses menuju target kinerja yang telah ditetapkan itu.

Langkah Ketiga: Solusi Masalah Secara Efektif dan Efisien
Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat menyusun langkah-langkah solusi masalah yang efektif dan efisien, yaitu:
1. Mendefinisikan masalah secara tertulis, yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
Apa (What): Apa yang menjadi Akibat Utama (Primary Effect) dari masalah itu?
Bilamana (When): Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau sepanjang waktu?
Di mana (Where): Di mana masalah itu terjadi, lokasi dalam sistem, fasilitas, atau komponen?
Mengapa (Why): Mengapa Anda serius memperhatikan masalah ini, berkaitan dengan signifikansi dampak dari masalah itu?

2. Membangun diagram sebab-akibat yang dimodifikasi untuk mengidentifikasi :
(a) Akar penyebab dari masalah itu, dan
(b) Penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat diperkirakan.

3. Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang mengkategorikan berdasarkan prinsip 7M (Manpower—tenaga kerja, Machines—mesin-mesin, Methods—metode kerja, Materials— bahan baku dan bahan penolong, Motivation—motivasi, Media—lingkungan dan waktu kerja, dan Money—dukungan finansial yang diberikan). Sedangkan penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan, didaftarkan pada diagram sebab-akibat itu secara tersendiri.

4. Mengidentifikasi tindakan atau solusi yang efektif melalui memperhatikan dan mempertimbangkan :
(a) Pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab-penyebab itu,
(b) Ttindakan yang diambil harus berada di bawah pengendalian kita, dan
(c) Memenuhi tujuan dan target kinerja yang ditetapkan.

5. Menerapkan atau melakukan implementasi terhadap solusi atau tindakan-tindakan yang diajukan itu. Setiap tindakan perbaikan
atau peningkatan kinerja seyogianya didaftarkan ke dalam rencana tindakan (action plans) yang memuat secara jelas setiap
tindakan perbaikan atau peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H (What—apa tindakan peningkatan yang diajukan?, When—
bilamana tindakan peningkatan itu akan mulai diterapkan?, Where—di mana tindakan peningkatan itu akan diterapkan?, Who—
siapa yang akan bertanggungjawab terhadap implementasi dari tindakan peningkatan itu?, Why—mengapa tindakan
peningkatan itu yang diprioritaskan untuk diterapkan?, How—bagaimana langkah-langkah dalam penerapan tindakan
peningkatan itu?, How Much— berapa besar manfaat yang akan diterima dari implementasi tindakan peningkatan itu dan
berapa pula biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai implementasi dari tindakan peningkatan itu).

Silakan mencoba konsep ini dalam praktek kerja Anda.

Lean Six Sigma Just for Industry ???

Adalah sangat keliru apabila masih ada orang yang menganggap bahwa Lean Six Sigma semata-mata ditujukan untuk produk industry, sehingga industry jasa (services) belum menemukan format penerapan Lean Six Sigma. Orientasi dari Lean Six Sigma bukan pada produk (barang dan atau jasa), tetapi Lean Six Sigma berorientasi pada perbaikan management system. Banyak usaha telah dirumuskan para pakar manajemen kualitas untuk mendefinisikan kualitas jasa atau pelayanan, agar supaya dapat di design, dikendalikan dan dikelola sebagaimana halnya dengan kualitas barang. Secara konseptual Lean Six Sigma dapat diterapkan baik pada barang maupun jasa, karena yang ditekankan dalam penerapan Lean Six Sigma adalah perbaikan system kualitas dengan menghilangkan pemborosan (waste) yang ada dalam proses agar meningkatkan nilai tambah dan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan demikian yang perlu diperhatikan dalam pengembangan system kualitas dalam proses peningkatan pelayanan adalah pada pengembangan system kualitas yang terdiri dari :
- Perencanaan system kualitas
- Pengendalian system kualitas
- Peningkatan system kualitas
Beberapa dimensi atau atribut yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kualitas jasa adalah :
a. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
b. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti : operator telepon, petugas keamanan, pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat, dll. Citra pelayanan dari industry jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan eksternal.
c. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.
d. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani, seperti kasir, staf administrasi, dll. Banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data, dll.
g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi, untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan, dll.
h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parker kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti : lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas music, AC, dll.
Berbagai dimensi kualitas pelayanan diatas harus diperhatikan oleh manajemen industry jasa, terutama dalam menetapkan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk membayar jasa yang diterima. Seyogyanya biaya yang ditetapkan harus competitive dengan pesaing-pesaing lainnya dalam industry jasa itu. Sesuai dengan prinsip-prinsip Lean Six Sigma, maka beberapa langkah berikut dapat diikuti apabila kita ingin menerapkan Lean Six Sigma dalam industry jasa.
Langkah Pertama
Spesifikasi nilai nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan. Nilai inti dari pelanggan adalah terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri dari serangkaian metode untuk melakukan sesuatu. Menyiapkan suatu invoice, menerima telepon, memproses aplikasi kartu kredit, menyiapkan makanan, menerima tamu yang check in di hotel, memberikan kuliah di perguruan tinggi, merupakan contoh-contoh dari proses pelayanan. Langkah terbaik untuk mengidentifikasi nilai yang diharapkan pelanggan, adalah melalui menjawab beberapa pertanyaan berikut :
- Apa tujuan dari proses jasa itu ?
- Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan ?
- Apa yang menjadi input atau output utama dari proses jasa itu ?
Spesifikasi nilai dari jasa yang diharapkan oleh pelanggan ini, mengharuskan kita untuk menspesifikasikan design dari jasa itu secara detail termasuk sejumlah langkah-langkah yang diharuskan dilakukan (aktivitas nilai tambah dan tugas-tugas spesifik) dalam penyerahan jasa yang biasanya dalam pendekatan Lean Service adalah menggunakan Service Value Stream Maping.
Langkah Kedua
Melakukan Service Value Stream Maping sepanjang moments of truth dari suatu department store adalah sbb :
a. Kejadian-kejadian yang diharapkan pelanggan ketika masuk area parker (lokasi parker, keamanan dalam area parker, kesopanan / keramatamahan dari petugas parker, dll).
b. Kejadian-kejadian ketika pelanggan berada dalam toko (kenyamanan dalam toko, kesopanan / keramatamahan dari pelayan toko, kenyamanan berbelanja, denah/lay out dari toko, kemudahan memperoleh barang yang diinginkan, harga dari barang-barang yang dijual, kecepatan dan ketepatan pembayaran di kasir, dll).
c. Kejadian-kejadian ketika pelanggan meninggalkan toko dan area parker (kemudahan dan ketepatan dalam pembayaran ongkos parker, kesopanana/keramatamahan dari petugas, dll).
Dalam langkah kedua ini, kita harus mampu mencegah dan tidak boleh memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk beropini secara negative terhadap semua titik atau kejadian yang ada dalam moments of truth sepanjang rantai proses jasa itu.
Langkah Ketiga
Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa tipe pemborosan dalam proses jasa adalah : kesalahan-kesalahan dalam melakukan suatu aktivitas, melakukan aktivitas yang tidak perlu, menunggu untuk proses berikut, langkah-langkah proses dan pengesahan/persetujuan yang berlebihan, dll. Dalam langkah ini kita dapat menerapkan Error-Proofing Service, berupa mendesign prosedur-prosedur untuk mencegah kesalahan-kesalahan dalam proses jasa itu. Error proofing procedure dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe-tipe kesalahan seperti : service errors atau customer errors.
1. Service errors dihasilkan dari task, treatment, or tangibles of service, dimana :
a. Task errors termasuk mengerjakan aktivitas secara tidak tepat, mengerjakan hal-hal yang tidak perlu, mengerjakan pesanan bukan yang diinginkan pelanggan, mengerjakan aktivitas secara lambat sehingga membuat waktu menunggu bertambah lama, dll.
b. Treatment errors yang yang terjadi ketika berinteraksi dengan pelanggan, seperti tidak sopan, tidak peduli, acuh tak acuh dan perilaku negative lainnya.
c. Tangible errors merupakan hal-hal yang terkait dengan elemen fisik, seperti fasilitas yang tidak bersih, pakaian yang kotor, pendingin udara yang tidak berfungsi kesalahan-kesalahan dokoumen, dll.
2. Customer errors yang terjadi selama persiapan, penyerahan, atau resolusi.
a. Customer errors dalam persiapan mencakup kegagalan dalam menyiapkan input (material, informasi, dll) yang diperlukan untuk proses jasa, ketidakpahaman peranan dalam transaksi jasa, tidak ada rasa tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang tepat, dll.
b. Customer errors yang terjadi selama penyerahan jasa dapat berupa kurang perhatian atau tidak peduli, kesalahpahaman, dll.
c. Customer errors selama tahap resolusi dari penyerahan jasa dapat berupa kegagalan dalam mengatisipasi kejadian yang tidak diharapkan, dll.
Dalam hal ini pihak management dapat menetapkan system kompensasi seperti memberikan voucher atau gift certificate kepada pelanggan yang merasa dirugikan ketika melakukan transaksi jasa itu.
Langkah Keempat
Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas dapat berjalan lancar, efektif dan effesien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value stream). Komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena sering kali menjadi hambatan dan memberikan opini negative kepada pelanggan antara lain fasilitas-fasilitas fisik, prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa, perilaku karyawan dan management, sifat professional karyawan dan management, dll.
Langkah Kelima
Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools dan techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellent) dan peningkatan terus menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero defect). Proses jasa ini dapat ditingkatkan terus menerus dan kapabilitas proses dapat diukur menggunakan ukuran sigma, menuju target six sigma. Sebagai misal, jika pelanggan menginginkan bahwa klaim pembayaran asuransi paling lambat 5 hari kerja, sedangkan kinerja actual berdasarkan proses dari industry asuransi baru mencapai tingkat 84% (katakana dari 100 klaim baru tercapai 84 klaim yang pembayarannya tepat waktu maksimum 5 hari kerja), maka dalam hal ini kita mengetahui bahwa, DPMO (Defect per Million Opportunities) adalah 161.087, yang berarti kemampuan proses jasa baru mencapai 2,49 sigma, masih jauh dari target six sigma. Pemikiran Lean Six Sigma perlu disebarluaskan keseluruh bagian tanpa memandang tipe industry atau tipe kegiatan, dengan demikian Lean Six Sigma dapat diterapkan dalam semua proses, sehingga Lean Six Sigma yang diterapkan dalam industry manufaktur akan menjadi Lean Six Sigma Manufacturing, sedangkan Lean Six Sigam yang diterapkan dalam industry jasa akan menjadi Lean Six Sigma Service, sedangkan Lean Six Sigma yang diterapkan dalam bidang perbankan akan menjadi Lean Six Sigma Banking, kemudian Lean Six Sigma dalam bidang pendidikan menjadi Lean Six Sigma Education, apabila diterapkan dalam bidang-bidang akuntasi dan keuangan, pemasaran, pembelian, produksi, office, dll, akan menjadi Lean Six Sigma Accounting & finance, Lean Six Sigma Marketing, Lean Six Sigma Purchasing, Lean Six Sigma Production, Lean Six Sigma Office, dll. Bahkan setiap orang dapat menjadi Lean Six Sigma Person, yaitu orang yang telah bebas dari Waste of thinking dan terus menerus untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang sesungguhnya dapat dihindari (bebas kesalahan yang tidak diharapkan), karean telah mengadopsi Lean Thinking.

    Translate

    English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
    by : donijaua

    Mengenai Saya

    Foto saya
    Lahir di Sidoarjo,Alumni UI (Universitas Indonesia-Industrial Engineering), dan ITS Surabaya (Power Electrical). Th 1996-1997 di vendor JVC SBY. Th 1997-2006 di PT. Mulia Industrindo sebagai Sr Prod.SPV, Chief Secretary PSM (Process Safety Management), peserta Workshop Implementasi Lean Manufacture selama 4 th yg di sponsori oleh Pemerintah RI (Deperindag) Negara Japan (JODC/Japan Organization for Development Country) dari Toyota Corp Nagoya Japan Mazda Japan. Th 2006-2008 Manager at Group TRIPUTRA. Finalis Suggestion System pd Forum Komunikasi Mutu. Ketua Komite 6S, Kaizen Blitz. Th 2008 s/d 2010 group perusahaan Tiga Pilar sebagai Business Development & Industrial Engineering. Th 2010 - 2012 Manager at DB Encosys. 2012 - Now Manager at MKA Group Specialist in Coldchain Distribution. Certification: Six Sigma for Green Belt, Toyota Production System (TPS), Production Management (PQM), Practical Problem Solving Decision Making (PQM), Konvensi Tingkat Nasional (GKM). Menjabat Ketua RT perum Kt Legenda BKS, Ketua Ranting IPNU 1994, Pendiri organisasi Moss Nature lover BKS,Ketua Karang Taruna 2004. Juga menggeluti Entrepreneur (Batik).

    Waktu Berharga

    Kalender Kita

    Weather

    Berita Kini

    More..

    My Bloglog

    Powered By Blogger

    Pengikut

    Cari Blog Ini