Adalah sangat keliru apabila masih ada orang yang menganggap bahwa Lean Six Sigma semata-mata ditujukan untuk produk industry, sehingga industry jasa (services) belum menemukan format penerapan Lean Six Sigma. Orientasi dari Lean Six Sigma bukan pada produk (barang dan atau jasa), tetapi Lean Six Sigma berorientasi pada perbaikan management system. Banyak usaha telah dirumuskan para pakar manajemen kualitas untuk mendefinisikan kualitas jasa atau pelayanan, agar supaya dapat di design, dikendalikan dan dikelola sebagaimana halnya dengan kualitas barang. Secara konseptual Lean Six Sigma dapat diterapkan baik pada barang maupun jasa, karena yang ditekankan dalam penerapan Lean Six Sigma adalah perbaikan system kualitas dengan menghilangkan pemborosan (waste) yang ada dalam proses agar meningkatkan nilai tambah dan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dengan demikian yang perlu diperhatikan dalam pengembangan system kualitas dalam proses peningkatan pelayanan adalah pada pengembangan system kualitas yang terdiri dari :
- Perencanaan system kualitas
- Pengendalian system kualitas
- Peningkatan system kualitas
Beberapa dimensi atau atribut yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kualitas jasa adalah :
a. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
b. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti : operator telepon, petugas keamanan, pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat, dll. Citra pelayanan dari industry jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan eksternal.
c. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.
d. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani, seperti kasir, staf administrasi, dll. Banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data, dll.
g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi, untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan, dll.
h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parker kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti : lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas music, AC, dll.
Berbagai dimensi kualitas pelayanan diatas harus diperhatikan oleh manajemen industry jasa, terutama dalam menetapkan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk membayar jasa yang diterima. Seyogyanya biaya yang ditetapkan harus competitive dengan pesaing-pesaing lainnya dalam industry jasa itu. Sesuai dengan prinsip-prinsip Lean Six Sigma, maka beberapa langkah berikut dapat diikuti apabila kita ingin menerapkan Lean Six Sigma dalam industry jasa.
Langkah Pertama
Spesifikasi nilai nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan. Nilai inti dari pelanggan adalah terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri dari serangkaian metode untuk melakukan sesuatu. Menyiapkan suatu invoice, menerima telepon, memproses aplikasi kartu kredit, menyiapkan makanan, menerima tamu yang check in di hotel, memberikan kuliah di perguruan tinggi, merupakan contoh-contoh dari proses pelayanan. Langkah terbaik untuk mengidentifikasi nilai yang diharapkan pelanggan, adalah melalui menjawab beberapa pertanyaan berikut :
- Apa tujuan dari proses jasa itu ?
- Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan ?
- Apa yang menjadi input atau output utama dari proses jasa itu ?
Spesifikasi nilai dari jasa yang diharapkan oleh pelanggan ini, mengharuskan kita untuk menspesifikasikan design dari jasa itu secara detail termasuk sejumlah langkah-langkah yang diharuskan dilakukan (aktivitas nilai tambah dan tugas-tugas spesifik) dalam penyerahan jasa yang biasanya dalam pendekatan Lean Service adalah menggunakan Service Value Stream Maping.
Langkah Kedua
Melakukan Service Value Stream Maping sepanjang moments of truth dari suatu department store adalah sbb :
a. Kejadian-kejadian yang diharapkan pelanggan ketika masuk area parker (lokasi parker, keamanan dalam area parker, kesopanan / keramatamahan dari petugas parker, dll).
b. Kejadian-kejadian ketika pelanggan berada dalam toko (kenyamanan dalam toko, kesopanan / keramatamahan dari pelayan toko, kenyamanan berbelanja, denah/lay out dari toko, kemudahan memperoleh barang yang diinginkan, harga dari barang-barang yang dijual, kecepatan dan ketepatan pembayaran di kasir, dll).
c. Kejadian-kejadian ketika pelanggan meninggalkan toko dan area parker (kemudahan dan ketepatan dalam pembayaran ongkos parker, kesopanana/keramatamahan dari petugas, dll).
Dalam langkah kedua ini, kita harus mampu mencegah dan tidak boleh memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk beropini secara negative terhadap semua titik atau kejadian yang ada dalam moments of truth sepanjang rantai proses jasa itu.
Langkah Ketiga
Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa tipe pemborosan dalam proses jasa adalah : kesalahan-kesalahan dalam melakukan suatu aktivitas, melakukan aktivitas yang tidak perlu, menunggu untuk proses berikut, langkah-langkah proses dan pengesahan/persetujuan yang berlebihan, dll. Dalam langkah ini kita dapat menerapkan Error-Proofing Service, berupa mendesign prosedur-prosedur untuk mencegah kesalahan-kesalahan dalam proses jasa itu. Error proofing procedure dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe-tipe kesalahan seperti : service errors atau customer errors.
1. Service errors dihasilkan dari task, treatment, or tangibles of service, dimana :
a. Task errors termasuk mengerjakan aktivitas secara tidak tepat, mengerjakan hal-hal yang tidak perlu, mengerjakan pesanan bukan yang diinginkan pelanggan, mengerjakan aktivitas secara lambat sehingga membuat waktu menunggu bertambah lama, dll.
b. Treatment errors yang yang terjadi ketika berinteraksi dengan pelanggan, seperti tidak sopan, tidak peduli, acuh tak acuh dan perilaku negative lainnya.
c. Tangible errors merupakan hal-hal yang terkait dengan elemen fisik, seperti fasilitas yang tidak bersih, pakaian yang kotor, pendingin udara yang tidak berfungsi kesalahan-kesalahan dokoumen, dll.
2. Customer errors yang terjadi selama persiapan, penyerahan, atau resolusi.
a. Customer errors dalam persiapan mencakup kegagalan dalam menyiapkan input (material, informasi, dll) yang diperlukan untuk proses jasa, ketidakpahaman peranan dalam transaksi jasa, tidak ada rasa tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang tepat, dll.
b. Customer errors yang terjadi selama penyerahan jasa dapat berupa kurang perhatian atau tidak peduli, kesalahpahaman, dll.
c. Customer errors selama tahap resolusi dari penyerahan jasa dapat berupa kegagalan dalam mengatisipasi kejadian yang tidak diharapkan, dll.
Dalam hal ini pihak management dapat menetapkan system kompensasi seperti memberikan voucher atau gift certificate kepada pelanggan yang merasa dirugikan ketika melakukan transaksi jasa itu.
Langkah Keempat
Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas dapat berjalan lancar, efektif dan effesien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value stream). Komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena sering kali menjadi hambatan dan memberikan opini negative kepada pelanggan antara lain fasilitas-fasilitas fisik, prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa, perilaku karyawan dan management, sifat professional karyawan dan management, dll.
Langkah Kelima
Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools dan techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellent) dan peningkatan terus menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero defect). Proses jasa ini dapat ditingkatkan terus menerus dan kapabilitas proses dapat diukur menggunakan ukuran sigma, menuju target six sigma. Sebagai misal, jika pelanggan menginginkan bahwa klaim pembayaran asuransi paling lambat 5 hari kerja, sedangkan kinerja actual berdasarkan proses dari industry asuransi baru mencapai tingkat 84% (katakana dari 100 klaim baru tercapai 84 klaim yang pembayarannya tepat waktu maksimum 5 hari kerja), maka dalam hal ini kita mengetahui bahwa, DPMO (Defect per Million Opportunities) adalah 161.087, yang berarti kemampuan proses jasa baru mencapai 2,49 sigma, masih jauh dari target six sigma. Pemikiran Lean Six Sigma perlu disebarluaskan keseluruh bagian tanpa memandang tipe industry atau tipe kegiatan, dengan demikian Lean Six Sigma dapat diterapkan dalam semua proses, sehingga Lean Six Sigma yang diterapkan dalam industry manufaktur akan menjadi Lean Six Sigma Manufacturing, sedangkan Lean Six Sigam yang diterapkan dalam industry jasa akan menjadi Lean Six Sigma Service, sedangkan Lean Six Sigma yang diterapkan dalam bidang perbankan akan menjadi Lean Six Sigma Banking, kemudian Lean Six Sigma dalam bidang pendidikan menjadi Lean Six Sigma Education, apabila diterapkan dalam bidang-bidang akuntasi dan keuangan, pemasaran, pembelian, produksi, office, dll, akan menjadi Lean Six Sigma Accounting & finance, Lean Six Sigma Marketing, Lean Six Sigma Purchasing, Lean Six Sigma Production, Lean Six Sigma Office, dll. Bahkan setiap orang dapat menjadi Lean Six Sigma Person, yaitu orang yang telah bebas dari Waste of thinking dan terus menerus untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang sesungguhnya dapat dihindari (bebas kesalahan yang tidak diharapkan), karean telah mengadopsi Lean Thinking.
- Perencanaan system kualitas
- Pengendalian system kualitas
- Peningkatan system kualitas
Beberapa dimensi atau atribut yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kualitas jasa adalah :
a. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan disini adalah berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
b. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal, seperti : operator telepon, petugas keamanan, pengemudi, staf administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat, dll. Citra pelayanan dari industry jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan yang berada pada garis depan dalam melayani langsung pelanggan eksternal.
c. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas kesalahan-kesalahan.
d. Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan eksternal.
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya.
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani, seperti kasir, staf administrasi, dll. Banyaknya fasilitas pendukung seperti computer untuk memproses data, dll.
g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi, untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan, dll.
h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll.
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parker kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-bentuk lain.
j. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti : lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas music, AC, dll.
Berbagai dimensi kualitas pelayanan diatas harus diperhatikan oleh manajemen industry jasa, terutama dalam menetapkan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk membayar jasa yang diterima. Seyogyanya biaya yang ditetapkan harus competitive dengan pesaing-pesaing lainnya dalam industry jasa itu. Sesuai dengan prinsip-prinsip Lean Six Sigma, maka beberapa langkah berikut dapat diikuti apabila kita ingin menerapkan Lean Six Sigma dalam industry jasa.
Langkah Pertama
Spesifikasi nilai nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan. Nilai inti dari pelanggan adalah terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri dari serangkaian metode untuk melakukan sesuatu. Menyiapkan suatu invoice, menerima telepon, memproses aplikasi kartu kredit, menyiapkan makanan, menerima tamu yang check in di hotel, memberikan kuliah di perguruan tinggi, merupakan contoh-contoh dari proses pelayanan. Langkah terbaik untuk mengidentifikasi nilai yang diharapkan pelanggan, adalah melalui menjawab beberapa pertanyaan berikut :
- Apa tujuan dari proses jasa itu ?
- Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan ?
- Apa yang menjadi input atau output utama dari proses jasa itu ?
Spesifikasi nilai dari jasa yang diharapkan oleh pelanggan ini, mengharuskan kita untuk menspesifikasikan design dari jasa itu secara detail termasuk sejumlah langkah-langkah yang diharuskan dilakukan (aktivitas nilai tambah dan tugas-tugas spesifik) dalam penyerahan jasa yang biasanya dalam pendekatan Lean Service adalah menggunakan Service Value Stream Maping.
Langkah Kedua
Melakukan Service Value Stream Maping sepanjang moments of truth dari suatu department store adalah sbb :
a. Kejadian-kejadian yang diharapkan pelanggan ketika masuk area parker (lokasi parker, keamanan dalam area parker, kesopanan / keramatamahan dari petugas parker, dll).
b. Kejadian-kejadian ketika pelanggan berada dalam toko (kenyamanan dalam toko, kesopanan / keramatamahan dari pelayan toko, kenyamanan berbelanja, denah/lay out dari toko, kemudahan memperoleh barang yang diinginkan, harga dari barang-barang yang dijual, kecepatan dan ketepatan pembayaran di kasir, dll).
c. Kejadian-kejadian ketika pelanggan meninggalkan toko dan area parker (kemudahan dan ketepatan dalam pembayaran ongkos parker, kesopanana/keramatamahan dari petugas, dll).
Dalam langkah kedua ini, kita harus mampu mencegah dan tidak boleh memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk beropini secara negative terhadap semua titik atau kejadian yang ada dalam moments of truth sepanjang rantai proses jasa itu.
Langkah Ketiga
Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa tipe pemborosan dalam proses jasa adalah : kesalahan-kesalahan dalam melakukan suatu aktivitas, melakukan aktivitas yang tidak perlu, menunggu untuk proses berikut, langkah-langkah proses dan pengesahan/persetujuan yang berlebihan, dll. Dalam langkah ini kita dapat menerapkan Error-Proofing Service, berupa mendesign prosedur-prosedur untuk mencegah kesalahan-kesalahan dalam proses jasa itu. Error proofing procedure dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe-tipe kesalahan seperti : service errors atau customer errors.
1. Service errors dihasilkan dari task, treatment, or tangibles of service, dimana :
a. Task errors termasuk mengerjakan aktivitas secara tidak tepat, mengerjakan hal-hal yang tidak perlu, mengerjakan pesanan bukan yang diinginkan pelanggan, mengerjakan aktivitas secara lambat sehingga membuat waktu menunggu bertambah lama, dll.
b. Treatment errors yang yang terjadi ketika berinteraksi dengan pelanggan, seperti tidak sopan, tidak peduli, acuh tak acuh dan perilaku negative lainnya.
c. Tangible errors merupakan hal-hal yang terkait dengan elemen fisik, seperti fasilitas yang tidak bersih, pakaian yang kotor, pendingin udara yang tidak berfungsi kesalahan-kesalahan dokoumen, dll.
2. Customer errors yang terjadi selama persiapan, penyerahan, atau resolusi.
a. Customer errors dalam persiapan mencakup kegagalan dalam menyiapkan input (material, informasi, dll) yang diperlukan untuk proses jasa, ketidakpahaman peranan dalam transaksi jasa, tidak ada rasa tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang tepat, dll.
b. Customer errors yang terjadi selama penyerahan jasa dapat berupa kurang perhatian atau tidak peduli, kesalahpahaman, dll.
c. Customer errors selama tahap resolusi dari penyerahan jasa dapat berupa kegagalan dalam mengatisipasi kejadian yang tidak diharapkan, dll.
Dalam hal ini pihak management dapat menetapkan system kompensasi seperti memberikan voucher atau gift certificate kepada pelanggan yang merasa dirugikan ketika melakukan transaksi jasa itu.
Langkah Keempat
Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas dapat berjalan lancar, efektif dan effesien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value stream). Komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena sering kali menjadi hambatan dan memberikan opini negative kepada pelanggan antara lain fasilitas-fasilitas fisik, prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa, perilaku karyawan dan management, sifat professional karyawan dan management, dll.
Langkah Kelima
Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools dan techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellent) dan peningkatan terus menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero defect). Proses jasa ini dapat ditingkatkan terus menerus dan kapabilitas proses dapat diukur menggunakan ukuran sigma, menuju target six sigma. Sebagai misal, jika pelanggan menginginkan bahwa klaim pembayaran asuransi paling lambat 5 hari kerja, sedangkan kinerja actual berdasarkan proses dari industry asuransi baru mencapai tingkat 84% (katakana dari 100 klaim baru tercapai 84 klaim yang pembayarannya tepat waktu maksimum 5 hari kerja), maka dalam hal ini kita mengetahui bahwa, DPMO (Defect per Million Opportunities) adalah 161.087, yang berarti kemampuan proses jasa baru mencapai 2,49 sigma, masih jauh dari target six sigma. Pemikiran Lean Six Sigma perlu disebarluaskan keseluruh bagian tanpa memandang tipe industry atau tipe kegiatan, dengan demikian Lean Six Sigma dapat diterapkan dalam semua proses, sehingga Lean Six Sigma yang diterapkan dalam industry manufaktur akan menjadi Lean Six Sigma Manufacturing, sedangkan Lean Six Sigam yang diterapkan dalam industry jasa akan menjadi Lean Six Sigma Service, sedangkan Lean Six Sigma yang diterapkan dalam bidang perbankan akan menjadi Lean Six Sigma Banking, kemudian Lean Six Sigma dalam bidang pendidikan menjadi Lean Six Sigma Education, apabila diterapkan dalam bidang-bidang akuntasi dan keuangan, pemasaran, pembelian, produksi, office, dll, akan menjadi Lean Six Sigma Accounting & finance, Lean Six Sigma Marketing, Lean Six Sigma Purchasing, Lean Six Sigma Production, Lean Six Sigma Office, dll. Bahkan setiap orang dapat menjadi Lean Six Sigma Person, yaitu orang yang telah bebas dari Waste of thinking dan terus menerus untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang sesungguhnya dapat dihindari (bebas kesalahan yang tidak diharapkan), karean telah mengadopsi Lean Thinking.
Posting Komentar